Kamis, 24 Februari 2011

Istri, Ego, dan Hati.

Dalam tiap diri manusia tersimpan sebongkah ego dan juga sekeping hati. Dalam bertenggang rasa dengan orang lain, entah mengapa rasanya lebih mudah. Namun, untuk bertenggang rasa pada orang terdekat sendiri, katakanlah suami, mengapa rasanya lebih berat ya? Apakah karena sebagai wanita, saya terlalu menurutkan hati? Ataukah karena saya terlalu membesarkan ego?? Atau mungkin karena saya melakukan kedua-duanya plus saya berharap imbalan/balasan darinya??

Masih teringat bahwa janganlah terlalu berharap pada manusia, karena akan menimbulkan kekecewaan. Tapi berharaplah hanya pada Allah Swt karena engkau tidak akan kecewa, tidak akan bertepuk sebelah tangan, karena Allah tidak akan ingkar janji dan janjinya pasti. Allah menjanjikan surga bagi istri sholehat, tapi ternyata tidak mudah untuk menjadi istri sholehat. Ketika telah merasa melakukan banyak hal, banyak kebaikan, hati menjadi angkuh. Niat awal melakukan semua karena mengharap ridho Allah lambat namun pasti luruh entah kemana.

Saat sifat asli seorang wanita muncul, manjanya, ringkihnya, bengkoknya (ingat kan wanita seperti tulang yang bengkok) dan emosionalitasnya mengalahkan rasionalitasnya, ternyata menjadi bumerang bagi diri sendiri. Hubungan dengan suami menjadi kurang harmonis, ditambah lagi kemungkinan semua yang telah kita lakukan untuk suami batal menjadi amal sholeh kita, gara-gara ngedumel bisa jadi.

Beberapa hari yang lalu, saya mendapatkan sms dari seorang teman yang setia memberikan tausyiahnya pada saya sejak di Majene. Isinya menyentak saya sekaligus membuat saya tersenyum dan merasa sangat berterima kasih. Sms yang datang di saat yang tepat. Isinya seperti berikut ini :

Seorang istri yang membahagiakan suami dan anak-anaknya dengan mengorbankan diri, waktu, juga perasaannya....Sadarlah bahwa semua itu bukan pengorbanan tapi kebahagiaan, karena kita telah mampu membahagiakan orang lain. Suami dan keluarga menjadi bahagia karena kita, bukankah merupakan prestasi yang luar biasa? Dan kuncinya adalah keikhlasan. Mulailah sekarang untuk tidak merasa berkorban tapi merasa berbahagialah........

Subhanallah...benar-benar membuat malu hati. Kalau kita melakukan banyak hal untuk keluarga terutama suami atas nama berkorban, mungkin seolah-olah kita akan merasa menjadi korban, korban ego, korban perasaan. Maka hasilnya juga tidak maksimal, hati menjadi kurang ikhlas.

Sms berikutnya pun kembali berhasil membuat saya manggut-manggut.

Ketika kita sudah memutuskan, menjatuhkan pilihan untuk menjadi istrinya, ketika sudah jatuh cinta kepada suami, maka apapun yang kita alami bersamanya...semua itu hanya tarbiyah/pendidikan di universitas kehidupan. Untuk menjadikan bidadari cemburu pada kita, maka sandarkanlah cinta hanya pada pemilik cinta sejati yaitu Allah Swt untuk selalu melahirkan kesabaran dan kesyukuran.

Ya, dialah laki-laki pilihanku sendiri. Apa kata orang tua kalau sampai tau kita ribut dengan suami?? Pasti mereka akan menyalahkan kita, sudah pilihannya sendiri, tanggung resiko sendiri. Semua keburukan suami, simpanlah saja dalam hati. Pernah suatu kali, saya terlalu emosi dan membeberkan suatu hal kepada orang tua yang pada akhirnya toh tidak mampu menyelesaikan masalah, malah mungkin makin memperkeruh saja. Kapok deh, gak lagi, semoga, insyaAllah.

Semua yang dialami bersama suami, insyaAllah tidak hanya 9 tahun terakhir ini namun sampai berpuluh tahun kemudian, memang tidak mungkin tidak, semuanya akan menjadi tarbiyah bagi saya maupun suami, bagi keluarga kami. Dan untuk bisa melaluinya dengan baik, dibutuhkan tempaan yang bisa dibilang tidak mudah, dan untuk lulus pada setiap tempaan dan ujian dibutuhkan anggota keluarga yang menjadi tim solid, dengan selalu memegang teguh iman dan prinsip...Bismillah.

Sandarkanlah cinta hanya kepada Allah Swt saja....bisa?? Harus!! Agar kalaupun mungkin nanti suami menikah lagi, tidak sampai patah hati hehe. Atau kalau suami dipanggil terlebih dulu oleh sang Illahi kita tidak sampai gila sendiri. Toh, kalaupun istri yang meninggal duluan, para suami kemungkinan besar pasti juga nikah lagi hoho.

Ingat kata-kata pak Mario Teguh, "Orang hebat itu mengabaikan apapun perasaannya untuk melakukan hal yang membahagiakan orang lain". Bila kita bisa melakukan itu, apalagi untuk suami...hemm....subhanallah. Sekeras apapun suami, insyaAllah akan lumer juga dan makin sayang pada istri...*ngayal sambil mesem-mesem*. Semoga tidak ada lagi kamus makan hati, korban perasaan, manyun sendiri dll. Toh kalaupun suami tidak sempurna, kita pun sama, sama tidak sempurnanya, sama punya kejelekannya. Mengapa harus menuntut agar suami harusnya begini dan begitu, padahal suami pun pasti di dalam hatinya juga memikirkan hal sama. Saling menuntut apalah gunanya, saling memberi alangkah nikmatnya.
Read More

Jumat, 18 Februari 2011

Rokok dan Aku

Aku tahu dia. Aku kenal dia. Bahkan mungkin saat aku masih precil, kecil, mungil di dalam perut bunda. Begitu terlahir di dunia, aku sudah menghirupnya, merasai baunya.

Ternyata, sebelum menikah mamaku meminta papa berjanji untuk tidak lagi menyulutnya.
Namun janji tinggallah janji, papaku berkata " Ya, aku janji tidak akan nyulut Bentul lagi". Tapi lalu papa berkata pelan-pelan sekali, "tapi diganti Sampurna". Begitulah, maka aku makin akrab dengannya.

Teringat suatu hari, beberapa batang si putih berkepala coklat tergeletak di meja belajar. Sambil penasaran dan tengok kanan kiri aku pun mengambil sebatang. Kepala coklat kumasukkan ke mulut mungilku, heemm.....manis gimanaaa gitu. Kuhisap-hisap, lalu kuambil lagi dan lagi. Sambil sedikit merasa bersalah, aku meninggalkan beberapa batang si putih berkepala coklat yang sudah basah dan penyok-penyok ujungnya, untuk ditemukan papaku nanti siang.

Bau khas papa, antara bau asbak, asap, dan abunya. Paling geli kalau dipeluk atau dicium papa, aneh baunya. Bau yang ternyata terus kucerna hingga saat ini.

Saat remaja aku makin akrab dengannya, semua temanku suka padanya. Menyulutnya sembunyi-sembunyi di sekolah atau terang-terangan di luar sekolah. Hanya satu temanku yang tidak suka padanya, Teddy namanya. Saat mulai punya pacar, ternyata dari si Didik, Bimo, Bagus, Aryo, Hendri, Fahri, Slamet, Bejo, Paiman, Paijo (nama disamarkan) semuanya bau khas asap beracun itu.

Dan, lagi-lagi ternyata, aku pun mendapatkan suami pecinta si dia, dapat mertua juga cinta si dia. Punya adik autis kok juga ngefans banget  si dia ini, sampai suka lari keluar rumah, menggasak berbagai macam merknya dari warung sebelah untuk dipajang, dijejer di meja rumah.

Siapa tidak tau negatifnya si dia? Racunnya, penyakit akibatnya? Semua tau, tapi kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu. Sebalnya. Anak sakit batuk berhari-hari, kata dokter Widhi itu bisa jadi gara-gara si dia yang asapnya terbang melayang-layang masuk ke rumah, terhirup oleh buah hati. Suami sakit batuk, sakit pencernaan, tenggorokan sakit, selalu banyak lendir, semua pasti gara-gara dia. Tapi kok nggak kapok-kapok aja. Papaku juga, sempat kena stroke yang alhamdulillah ringan, tapi tetep bikin was-was. Sampai sekarang tetep ngebul nyulutnya.

Ah, aku sebel banget sama di dia. Bikin ketagihan orang saja. Membakarnya sama saja membakar uang dengan sia-sia. Menghirup asapnya sama saja dengan bunuh diri pelan-pelan ya. Kalau masih sayang keluarga, tinggalkan dia. Toh oleh MUI sudah dihukum haram, bukan lagi makruh. Biar saja, meski banyak alim ulama pun suka menyulutnya, bukan berarti itu boleh ditiru begitu saja.

Ingin rasanya, menikmati udara pagi, siang, sore, dan malam tanpa ada asapnya. Tanpa melihat puntungnya berceceran di mana-mana. Pliiisss dweeeh!!!!!
Read More

Kamis, 17 Februari 2011

Kematian

Terkadang.....kita ingat akan kematian.
Entah kapan itu, hanya saja....terkadang.
Tidak sering, sangat disayangkan.
Saat sedang mengerjakan dosa pun seolah lupa akan kematian.
Padahal resiko orang yang mengalami kematian saat berbuat dosa sangatlah besar.
Mati dengan su'ul khotimah...na'udzubillah.
Siapa pun, penjahat pun ingin mati baik-baik, syukur-syukur bisa mati khusnul khotimah.
Entah kapan itu, hanya saja...terkadang.
Kadang ingat tapi lebih sering lupa.
Saat ingat, ingatpun lebih sering merasa lega, sambil menggumam "saat ini aku masih hidup kok", "ah, untung bukan aku yang mati", atau "moga-moga aku masih lama mati".




Read More

Kamis, 10 Februari 2011

Two Stripes

Deg-degan, penasaran, harap-harap cemas. Bagaimana tidak, sudah 2 pekan si bulan (baca: haid) tidak kunjung datang (jadi inget iklan si bulan....pil pelancar haid itu). Curhatanku yang lalu kan kami sekeluarga sakit semua, alhamdulillah setelah (terpaksa) ke dokter dan (terpaksa) minum obat kimia keras itu aku lebih enakan. Nggak meler lagi, nggak pusing lagi. Hanya saja.....kok tetep agak-agak pening yah, kadang mual dan berasa ingin muntah....kenapa ya??

Setelah telat haid seminggu, iseng-iseng berhadiah aku coba tes urin, berharap melihat garis pink berjajar dua di sana. Tapi......oh no.....cuma garis tunggal yang muncul. Kecewa campur ngarep sih, sambil menjalani hari-hari tetep dengan rasa masuk angin, menunggu haid datang. Seperti main tebak-tebakan saja dengan si masku. Hamil gak ya? Mobilitas masih tinggi, masih hunting rumah naik motor ke Bintaro, masih lari-lari tiap pagi ngejar absen di kantor. Eiitt...jadi kepikiran. Kalau hamil gimana?? Kan bisa berbahaya kalau aku tetep lari-larian gini?? Mana perut bawahku cenut-cenut dikit, apa tanda mau haid??

Capek menanti, akhirnya kemarin lusa aku minta si Ipit beli test pack ke apotek. Adanya yang agak mahalan, bukan yang murmer One Med itu. Oke deh, nggak apa-apa, kali aja yang ini tokcer :D. Dini hari jam 3 aku terbangun, kebelet pipis, sekalian aja ngetes. Dan....eng..ing...eng.....muncul 2 garis kembar pink itu......Alhamdulillah.... Sambil mata kriyep-kriyep masih ngantuk, bisa senyum lega, ada kepastian juga akhirnya. Mau sholat lail kok males dasar (jangan ditiru yah), trus bobok lagi deh.

Paginya, membangunkan si mas dengan semangat, sambil kasih tunjuk tuh alat tes. Olala...dasar si mas masih ngantuk, alat tesnya yang panjang lebar putih itu dikira keju, pas dia pegang udah mau digigit aja. Ampuuun...langsung deh kurebut, huhuhu kalo belum sadar 100% emang ngaco ya.

Oke deh, mulai hari ini harus bisa berangkat kantor lebih awal, 10 menit aja juga sudah oke. Jadi naik motornya bisa lebih nyantai, sampai kantor pun aku bisa jalan santai menuju mesin absensi, nggak perlu lari-lari lagi gitu. Oya, makan juga harus lebih diperhatikan gizinya. Meski mual makin menjadi harus tetep semangat makan (asyiiiik...dasar tukang makan).

Sempat kuatir, beberapa minggu lalu yang aku pergi ke dokter itu, sempat 4 hari konsumsi obat asam mefenamat, obat flu keras (apa ya namanya). Duh, semoga tidak mengganggu perkembangan janinku. Tolong ya Rabb...moga-moga nggak ngefek tuh obat. Sekarang pun perut bawah masih cenut-cenut, sudah minum obat pengguat, baik yang dari bu bidan maupun yang herbal. Bismillah.........
Read More

Selasa, 01 Februari 2011

Mati Kutu

Serasa mati kutu, males banget untuk buka MP dan nulis, padahal kalau cuma nulis curhatan kan gampang yah, nyampah kata orang, meski sebenarnya ya bukan sampah juga sih. Tulisan terutama di blog (yang nulisnya -paling tidak- harus mikir dulu) apa pun itu pasti ada efeknya, bisa negatif pun bisa positif buat orang lain. Ambil positifnya aja deeeh, jadi kalau dibilang nyampah di blog aku kurang sreg aja.

Beberapa minggu ini menjadi hari-hari yang cukup berat buatku. Kenapa?? Karena aku yang membuatnya menjadi berat, karena aku lupa minta kepada Allah agar diringankan saja. Semuanya tentang mindset ternyata. Yup, cara berpikir kita sangat mempengaruhi tindakan kita, refleks kita.

Seperti yang kuceritakan sebelumnya bahwa anak-anak sedang sakit semua, lama, belum sembuh-sembuh, ditambah aku sendiripun dan suami ikutan sakit juga. Anak sakit, hal biasa bukan?? Entah sakit ringan atau berat. Namun kalau kita menghadapinya dengan stress duluan, parno, kalang kabut, apa itu bisa meringankan?? Tentu tidak. Oke, aku nggak parno-parno amat kok, aku juga nggak stres-stres amat, bener!! Kalang kabut....nggak juga deh.

Tapi entah, di sana, di dalam hatiku....rasanya capeeek banget?? (bilang aja stres :p) Belum lagi menanggapi komentar-komentar suami yang (menurutku) menjatuhkan semangat dan menyalahkan. Sampai-sampai aku bicara dengan nada agak tinggi, bilang bahwa sakit itu dari Allah, sembuh juga dari Allah, so kita usaha ngobatin dan berdoa dong. Kalaupun imun anak kurang, mungkin asupannya kurang, oke silahkan salahkan aku si ibu bekerja. It's my responsibility kan, dan resikoku mutusin tetep kerja. Tapi semuanya tetap butuh dukungan dan bantuan suami 100%.

Balik lagi ke mindset.
Saat-saat seperti ini benar-benar memerlukan penguatan ruhiyah deh. Biar kepala dan hati kita tetap adem, bisa ikhlaasssss........relaaaaaaa.......tawakkal ...........nerima dan menjalani ketentuan yang Allah kasih. Tapi nggak lembek, harus tetap tegar, berjalan tegak, menikmati sinar matahari setiap paginya. Be positif. Kalau kita ingin semuanya merasa ringan, mintalah pada Allah untuk diringankan, seberat apapun hal itu. Dan yakin pada janji Allah bahwa bersama semua kesulitan ada kemudahan.

Hal yang membuatku sering jatuh adalah, cara berpikirku yang lebay banget. Hal kecil saja seringkali menjadi hal besar, semrawut mikirnya, rumit pokoknya, lha gimana kalau kejadian hal yang bener-bener besar dan penting?? Bisa pingsan kali yak. Atau jangan-jangan malah kabur, menjadi pengecut?? Na'udzubillah.... Salut buat teman-teman yang punya anak sampai 6 orang dan masih kecil-kecil semua itu. Tangguh banget euuyy....dan tentu saja itu tidak mudah. Kuatkan ruhiyah.....teguhkan iman.....biar bisa easy going, anti stress, Subhanallah.






Read More