Jumat, 20 Desember 2013

Weaning With Love

WWL yang merupakan singkatan dari Weaning With Love adalah istilah yang belum lama kuketahui. Gegara join di grup yang concern tentang masalah ASI di Facebook, alhamdulillah bisa nambah wawasan. Dulu ketika Azzam masih bayi kan aku sudah niatin untuk Asi Eksklusif 6 bulan dan alhamdulillah lulus sampai dengan Azzam umur 1 tahun. Ingin hati memberikan ASI perah sampai usianya 2 tahun, apa daya aku males *halah. Sejak usia Azzam 1 tahun, aku sudah pensiun memerah ASI. Alasannya karena males, lha hasil perahannya juga sedkit banget. Susu Azzam di siang hari kala aku bekerja adalah susu kambing dan susu UHT yang merk Ultra. Ga prefer ke merk lain meski lebih murah, karena aku yakin dengan rasa dan mutu lebih bagusan Ultra.

Weaning With Love, menyapih dengan cinta. Sesuai anjuran di Al-Qur'an untuk menyusui hingga 2 tahun, maka kebanyakan ibu menyapih anak mereka setelah menginjak usia 2 tahun. Meski ada lho anak yang masih nenen sampai usianya 3 bahkan 4 tahun haha, kebayang ga tuuuh? Di usia 2 tahun ketergantungan anak kepada ASI sudah makin berkurang. Anak sudah mampu makan makanan keluarga, jadi bisa mendapatkan gizi dari asupan yang lebih variatif. Nah, WWL ini adalah cara menyapih anak tanpa paksaan. Harus ada kerelaan dari kedua belah pihak, baik dari ibu maupun juga dari si anak.

Masih terekam dalam ingatan, dulu aku disapih oleh Mamaku dengan cara Mama mengoleskan puyer pahit dan obat merah di putingnya. Jadi kala aku ingin menyusu rasanya tidak dan takut juga melihat dada mama yang merah-merah. Kalau pengalamanku dengan Syifa, dia terpaksa berhenti menyusu karena aku hamil adiknya di saat usia Syifa masih 15 bulan. Alhamdulillah kala itu tidak sulit sama sekali. Syifa kecil begitu pengertian, tidak mengamuk ataupun menangis minta nenen sebelum tidur. Subhanallah, Syifa hanya manggut-manggut seolah mengerti kalau aku sudah tidak kuat menyusui lagi karena kondisi kehamilan yang membuatku mual muntah serta pusing. Sebelum tidur, Syifa kuberi segelas susu atau teh atau air putih. Ketika kami sudah berbaring dan dia minta menyusu, aku lantas bilang bahwa dia tadi sudah minum banyak, jadi sudah tidak usah mimik Umi lagi dan dia menurut.

Lain Syifa lain lagi Farah. Menyapih Farah merupakan perjuangan. Aku sedang LDL dengan suami yang kuliah di Tangerang, jadi hanya bertiga dengan anak-anak di Sulawesi. Seingatku selama seminggu Farah menangis setiap malam karena aku tidak meloloskan permintaannya untuk menyusu. Hatiku sakit rasanya, antara tega ga tega akhirnya ditega-tegain hiks. Farah pasti juga sedih dan marah karena tidak bisa menyusu plu aku menolaknya pula. Oh, it was not an easy situation. Belum tahu-menahu soal WWL sih :(

Weaning With Love, diharapkan penyapihan terjadi tanpa adanya paksaan dan tanpa pembohongan kepada anak, seperti nenen diberi obat merah dll. Dengan WWL anak mengerti bahwa sudah saatnya dia disapih dan dia ikhlas untuk itu. Bagaimana langkah-langkahnya? Alangkah baiknya kalau anak sudah dipersiapkan, ibu sounding ke anak bahwa dia sudah besar, sudah tidak nenen lagi, seperti itu. Sounding bisa dilakukan sebelum anak berulang tahun yang kedua, mungkin 2-3 bulan sebelumnya. Dan selama fase itu, jadwal menyusuinya dikurangi, dari misalnya 4x menjadi 3x. Jadi tidak drastis. Jadi saat dia tepat berumur 2 tahun, diharapkan sudah mengerti. Tips laiinnya adalah anak diberi kegiatan lain sebelum tidur agar tidak teringat nenennya :) Ibu atau Ayah bisa membacakan buku cerita sambil tiduran hingga si kecil mengantuk, atau bermain sebentar sebelum tidur, atau bisa juga menyanyi. Hasilnya tidak akan instan tentu saja, akan dibutuhkan kesabaran sampai anak benar-benar bisa disapih. Waktunya juga tergantung pada kesiapan si anak.

Bagaimana dengan si bungsuku Azzam? Hehehe di usianya yang sudah 2 tahun lebih 3 bulan ini Azzam masih nenen. Ups, WWLku belum berhasil nih. Ada beberapa kesalahan trik yang kulakukan sehingga sampai saat ini Azzam masih nenen sebelum tidur bahkan di waktu lainnya. Pertama, aku terlena. Yup, terlena berperan sebagai ibu menyusui yang akhirnya tidak menyadari bahwa waktu untuk menyapih sudah tiba. Nyadar pas Azzam tinggal beberapa minggu lagi berulang tahun yang kedua. Langsung heboh sama misua, buru-buru sounding ke Azzam kalau dia udah gede, udah ga nenen lagi harusnya. Hahaha dan sampai sekarang masih belum berhasil. Ealah misua juga malah santai bilang kalau Azzam nggak apa-apa biarin aja nenen sampe dia bosen sendiri, whatta!! Dan dari pihakku sendiri, jujur kok rasanya sayang ya kalau mau melepas momen dan bonding menyusui ini hehe. Ini akunya yang males nyapih atau lebay sih, ga tau deh^_^

Maka, sampai dengan detik ini, Azzam masih nenen sodara-sodara. Ketika hari libur, karena aku seharian di rumah, Azzam suka banget minta nennya, tapi nggak kukasi dong. Dialihkan perhatiannya ke hal lain, diajak main sama kakak atau abinya biasanya. Jadi momen tidur siang dan malam baru deh dia nenen. Begitu pun ketika hari kerja, pulang kantor tuh dia langsung ngejar nemplok minta nenen, lagi-lagi dialihkan dulu perhatiiannya sampai saat waktu tidur tiba. Waktu lamanya nenen sudah berkurang sih ya, seringkali dia cuma nenen sebentar lantas tengkurap minta digaruk-garuk punggungnya. Kegiatan sebelum tidur seperti bermain dan membaca sudah dilakukan tapi belum bisa membuat Azzam ngantuk banget sampai lupa nenen tuh hihi. Tetep saja kalau sudah mau bobo, ribut teriak-teriak minta nenen dengan suara imutnya itu, "Umii ayo nen, ayo bobooo". Duh, lucunyaaa, i am melting at that moment :D












Read More

Jumat, 13 Desember 2013

Ketika Papa Datang

Tak mau sampai terlupakan, momen ketika Papa berkunjung singkat akhir bulan Nopember yang lalu, maka ditulis sajalah.

Antara Aku dan Papa.

Kepada Papa aku bisa lebih berani dan bebas bercerita, sejak dulu saat aku masih tinggal di rumah sampai saat ini ketika aku sudah berkeluarga. Papa lebih sabar dan tidak mudah emosi, meskipun mungkin cerita yang kusampaikan sungguh tidak enak didengar misalnya. Kalau Mama justru kebalikan dari Papa. Emosi Mama labil dan mudah sekali tersulut. Alih-alih curhat atau sekedar bercerita ringan, bila hal itu dirasa kurang pantas atau kurang baik di mata Mama, bisa-bisa beliau seketika berubah dari ibunda yang baik hati menjadi seperti guru killer di sekolah. Hiks, maka kami pun anak-anaknya kapok dan lebih baik berhati-hati ketika mengobrol dengan beliau, hingga saat ini.

Maka ketika aku sesekali merasa terpojok oleh suatu masalah, rasanya ingin segera curhat dan minta nasehat pada Papa, seperti kejadian kemarin itu. Bila sebelumnya aku bisa menahan untuk tidak berbagi kisah sedihku, bahkan hingga agak jarang menelepon kedua orang tuaku karena takut terbaca kegalauan dan kelebayanku, maka kemarin jebol sudah pertahananku. Aku menelepon Mama Papa tapi lebih banyak berbicara kepada Papa. Ingiiin rasanya lari ke pelukannya, mungkin efek sekian lama tidak pulang kampung, rindu ini begitu terasa. Ya, aku rindu Mama dan Papa.

Kedatangannya.

Berharap bisa menghabiskan waktu beberapa hari di rumah orang tuaku, Papa pun datang menjemput. Aku sangat lega dan merasa mendapatkan kesempatan untuk berbicara banyak hal dari hati ke hati dengan beliau. Tidak hanya aku yang curhat kepada beliau lho, tetapi beliau juga sempat curhat padaku, anak pertamanya ini. Waktu yang hanya dua hari, cukup singkat, tapi bisa menebus gundah di hati. Banyak sekali nasehat yang beliau berikan padaku. Meskipun akhirnya aku tidak bisa ikut kembali ke Malang bersama beliau karena tidak mengantongi ijin suami, tapi yang penting hati ini sudah lebih merasa nyaman dan aku pun insyaAllah banyak mendapatkan pencerahan dari Papa.

Alhamdulillah, Papa di usianya yang  hampir 63 tahun masih cukup sehat. Sayang, Papa tidak juga lepas dari jeratan rokok. Sama halnya seperti Papa mertua, adik ipar, dan suamiku itu, benci deh sama rokok haha. Aku hanya berharap, Papa selalu sehat, diberi kemudahan dan hidayah oleh Allah SWT agar di sisa usianya papa lebih rajin beribadah, begitu juga Mama. Senang rasanya bisa melihat tawa ceria beliau ketika bermain bersama cucu-cucunya.

Pesan-pesannya.

Sabar itu modal utama. Apapun yang kita hadapi, sekeras apapun, seberat apapun itu bentengi diri dengan sabar. Menghadapi siapapun, apapun, bila memang sifatnya sudah default seperti itu, pahamilah, mengertilah, dan gunakan cara halus. Jangan dilawan dengan kekerasan yang malah hanya akan berbuah percikan api yang bisa makin membara. It's not easy but it's the only way.


 Note: Foto Papa belasan tahun yang lalu, ckck rokok tak pernah terlepas dari jemarimu ya, Pa :(
Read More

Selasa, 10 Desember 2013

Aku vs Aku

Manusia terkenal dengan keakuannya, fitrahnya menjadi makhluk yang lemah, dalam hal ini salah satunya adalah keegoisan yang melekat pada dirinya. Seringkali kita berbenturan dengan orang lain karena satu hal ini. Keakuan si A vs keakuan si B. Keegoisan si A vs keegoisan si B. Tidak akan pernah selesai kisahnya seperti sinetron kejar tayang. Hanya bila ada salah satu pihak yang mau mengalah, rendah hati, dan lebih bijaksana lah maka masalah bisa diselesaikan dengan lebih baik, tanpa pertumpahan darah dan air mata.

Dan ternyata aku baru tersadar, selama ini betapa dominan keakuanku mencuat dari dalam diri. Memikirkan banyak hal selalu dari kacamataku, melihat berbagai masalah dari cara berpikirku, berpraduga dari  prasangkaanku, dan banyak hal lainnya yang tanpa sadar makin membuat masalah rumit. Minimnya berempati dengan cara pandang dan cara pikir orang lain akan membutakan diri dan bisa menyesatkan. Seolah duniaku runtuh, seolah akulah seorang korban, seolah akulah yang didzalimi, seolah akulah yang benar. Kenyataannya? Belum tentu!

Katakanlah apa yang kuyakini memang benar adanya. Seharusnya itu tidak membuatku makin angkuh mendongakkan kepala.Seharusnya itu tidak membuatku makin menyerang lawanku berbicara. Seharusnya itu tidak membuatku meremehkannya. Seharusnya itu tidak membuatku membencinya. Seharusnya itu tidak membuatku merepet seperti petasan kecil yang berderet-deret dan menyala berurutan. Dibutuhkan kedewasaan untuk bisa bijaksana dan rendah hati. Mungkin lebih dibutuhkan juga pemahaman akan iman dan sabar. Tidak semua orang bisa melakukannya, bukan?

Dan ketika pada akhirnya aku sadar bahwa sudah waktunya untuk merubah cara pandang, merubah posisi duduk kita, ah ternyata susah-susah gampang. Ah tidak, mungkin gampang-gampang susah ya? Cukup mudah ketika kita bisa sedikit tahu jalan berpikir orang lain. Ya, tidak sesulit itu menempatkan kaki kita di sepatunya. Tapi, untuk lantas memahaminya dan mencocokkannya dengan pemahaman kita, itu lain cerita. Bila sepatu orang lain kekecilan atau malah kebesaran, tentu kita akan tidak nyaman memakainya, bukan? Justru di sinilah perang antara aku vs aku dimulai. Bagaimana cara kita untuk bisa memahami orang lain, mengerti arti sebenarnya dari keinginan dia dengan meminimalkan keakuanku.

Aku vs aku. Inilah saatnya mengalah, bukan untuk kalah tapi untuk menang. Konsolidasi dengan diri sendiri dulu baru dengan pihak luar. Meski sulit (baiklah ngaku betapa egoisnya aku) tapi bukankah Allah akan membukakan jalan dan membantu kita? Tujuan kita baik, hal yang diperjuangkan pun baik, insyaAllah akan berbuah manis nantinya. Baiklah, semangat, optimis, Bismillah.



Read More

Minggu, 08 Desember 2013

My Weekend: Life Is Never Flat


Berasa iklan banget ya hehe. Kriuk kriuk ngemil kripik kentang itu memang asyik banget. Sayang, aku sendiri jarang beli jajanan itu. Enak sih, tapi isinya seuprit. Mendingan beli pisang goreng aja lebih nendang hihi. Namanya perhitungan apa medit yo iki? Dan seperti si kripik, hidup memang ga pernah datar. Seringkali kruel kruel bergelombang, ada tanjakan ada turunan bahkan lubang. Lha wong jalan tol aja masih bisa macet, apalagi hidup yang memang bisa jadi lebih rumit, errr kalau dibikin rumit hehe. Eh, tapi kan ada tho orang yang merasa hidupnya terlalu datar sampai akhirnya sibuk mencari sensasi lain yang pada akhirnya malah merepotkan dirinya sendiri.

Cerita weekendku kuanggap warna-warni penuh kejutan dan membuatku terpana tapi segera tersadar tuk kembali gegas berjalan. Setelah cerita weekend sebelumnya yang ada foto-foto narsisnya, kali ini nihil ga ada bukti autentiknya. Ya karena kejadian biasa aja yang nggak bisa diabadikan. Ehm, alias asline ga pergi plesiran ke mana-mana hehe, ngruntel aja di rumah.

Weekend ketiga di Nopember kemarin, ada kejadian biasa tapi luar biasa *halah. Biasa lah ya kalau pasangan suami istri bertengkar. Ya kemarin itu tapi kaya Perang Dunia ketiga hiks. Pokoknya shocking deh, ga boleh lah dibahas di sini hehe. Hal terpenting adalah aku tertampar untuk introspeksi diri lebih serius kini. Kalaupun aku benar, aku ga boleh mentang-mentang, ojo dumeh kata wong Jowo. Lha apalagi kalau aku salah, ya harus tahu diri lah. Tentang salah ini, kadang kita lupa ya kalau dosa kita tuh sebenarnya buanyak tapi orang lain kan tidak tahu. Jadilah kita sok innocent. Please don’t do that. Tetaplah tahu diri dan rendah hati. Allah masih berbaik hati menutupi aib kita hingga kita tidak merasa malu hati dan rendah diri.

Weekend keempat, masih nggak ke mana-mana. Beli mangga yang sudah kurang bagus 2 kilo, daripada numpuk banyak gitu akhirnya kubikin puding mangga dan es loli mangga. Sayangnya nggak difotoin hihi. Penampakane ga menarik blas soale hehe. Resep puding mangga dapat dari gugling, milih yang paling mudah cara dan bahannya. Kalau es loli, kebetulan ada cetakan esnya, sayang kalau nggak pernah dipakai, makanya bikin deh buat anak-anak. Mangga tinggal diblender kasi gula atau SKM sesuai selera dan dimasukkan ke cetakan esnya, bekukan  jadi deh.

Weekend kelima, aku dan misua hunting gadget baru di Roxy. Ya karena Selasa sebelumnya BB jadul kesayanganku hilang dicopet di kereta huhuhu. Kalau hape misua memang sudah waktunya ganti, lha sudah sering mati-mati sendiri sih. Cerita lengkapnya ada di rumah sebelah sih hehe.
Eh, ini ngejurnal dari gadget baru lhoo ihiiir. Semoga jadi lebih sering nulis di kedua blogku, aamiin.
Read More