Rabu, 25 Februari 2015

Mengalah Untuk Menang

Dalam suatu forum kajian, seorang teman berkata, "Istri itu harus bisa jadi sansaknya suami." Maksudnya istri harus siap nerima segala keluh kesah suami bahkan kemarahannya ketika ia sedang tidak enak hati. Bisa jadi ia mendapat masalah di tempat kerja, di perjalanan, maupun hal lainnya. Lantas bila ia pulang ke rumah masih emosi, ngomel2, marah karepe dewe, maka istri harus diam dulu dan tetap melayani dengan baik. Setelah suami lega, enakan perasaannya, baik moodnya, istri bisa membuka pembicaraan. Entah mengenai penyebab suami marah2 geje, ngobrolin anak, dll. Jadi saat istri juga sedang ada masalah atau bad mood, mau tak mau harus menahan diri dulu untuk tidak mengungkapkannya pada suami.

Bagaimana kalau saat suami bad mood istri malah ikutan mencak-mencak, ngomel nyinyir, dll? Bisa jadi perang dunia ketiga kali. Suami makin gondok, level emosi makin tinggi, dan hubungan pasutri jadi terganggu. Di pihak istri pun, hasil ikutan emosi pasti akan ada penyesalan atas segala kata-kata pedas yang mungkin terucap. Khas perempuan tho, ngomongnya pake emosi. Padahal lelaki bisa sakit hati ga akan lupa sama omongan istri yang tajam setajam silet.

Jadi sansak suami? Kalimat yang membuatku merinding karena konotasinya terasa negatif. Seolah istri korban ketidakberdayaan. Padahal maksudnya bukan itu sebetulnya. Istri yang sabar, lemah lembut, penyayang dan mampu menghadapi suami yang temperamental, wah Masya Allah dia pasti wanita yang hebat! Pahala mengalir untuknya.

Mendengar penjelasan dari temanku, aku hanya bisa mesem kecut. Punya suami saklek dan emosian VS diriku yang labil dan melankolis, seringkali membuatku menjadi drama queen. Merasa selalu jadi korban, mudah mewek dan mencari pelampiasan. Anak-anak yang tak bersalah pun bisa jadi sasaran emosi. Merugikan bukan?!

Belajar sabar, bijak, dan kontrol diri sepertinya harus kujalani sepanjang hayat. Terus mengingat-ingat bahwa semua yang harus kulakukan itu bukan demi suami kok, tidak mengharap imbalan dari suami. Tetapi semua mengharap pahala, rahmat, dan berkah dari Allah SWT

*pic ngambil dari raixaever.blogspot.com


Read More

Rabu, 11 Februari 2015

Buku Nikah

Pernah kehilangan buku nikah? Itu lhoo yang biasanya kalau artis setelah ijab trus foto-foto, bergaya di depan kamera memperlihatkan buku nikahnya. Nah, kalo sampai ilang gimana ya, duh harus ngurus ke KUA lagi apa ya? Pertanyaan semacam itu yang kemarin ini terlintas terus di kepalaku.

Sejak nikah sampai sekarang, alias 12 th berselang, aku dan suami tuh ga pernah megang buku nikah lho. Duluuu banget, kedua buku nikah warna ijo dan coklat itu kami titipkan ke ortu. Alasannya karena kami sama-sama ceroboh, naruh barang sembarangan, trus ilang deh. Khawatir buku nikah hilang maka kami ga berani bawa merantau.

Mudik kemarin, buku pusaka itu akhirnya berpindah tangan ke pemilik sahnya hehe. Lha moso sekian tahun menikah ga megang buku nikah :p Mama mertuaku memberikan 1 buku dulu (baru ketemu satu) dan 1 lagi beberapa hari kemudian. Nah, rasanya deg-degan ketika buku nikahnya diberikan padaku. Khawatir aku sembrono naruhnya gitu.

Lantas kumasukkan ke dalam tas, lupa tidak kupindah ke tempat yang lebih aman. Kebawa deh dari rumah mertua ke rumah ortu. Eh, si Azzam main bongkar isi tas, kececer itu buku jatuh di lantai. Mak dheg, segera kuambil dan kusimpan rapi. Kemudian ketika buku kedua diberikan, aku kaget, ternyata lupa di mana menyimpan buku yang pertama @_@

Berminggu-minggu setelahnya aku mencari, sampai sms adikku, ngotot minta dicarikan buku nikah itu sampe di kolong kursi ruang tamu dan di dalam kamar tempat aku nginap. Masih jelas di ingatan, buku nikah coklatnya kuselipkan di sebuah buku, tapi lupa buku apa. Kubongkar semua buku alias novel anak-anak bawaan dari Malang. Kucek di dalamnya tidak ada juga. Huahuahua yokpo ikiii?! Aku ga tega mau nelpon mama mertua, ntar beliau ikutan rame nyariin, malu lah daku. Misua aja ga kukasi tahu lho kalo buku nikahnya ilang. Aku berusaha nyari dulu, berharap buku itu tidak tercecer di jalan dan lenyap tak berbekas.

Semalam, aku ngaji sebelum bobo. Kepala migrain, mual juga. Kali aja habis ngaji ntar enakan (enak di hati lah pasti). Si Azzam malah ngegodain, Al-Qur'an warna pink yang kupegang ditarik-tarik pitanya berulang-ulang sampai jatuh. Dia berusaha pegang, ikutan buka-buka. Nah, ketika aku benerin posisi halamannya itulah, ujug-ujug halaman kertas tebal yang lengket di sampul Al-Qur'an pun terbuka. Huaaaa buku nikah coklat ternyata ada di situuuuuuuuu. Alhamdulillah, ternyata aku menyimpannya di sana. *mataberkacakacabahagia
Read More

Senin, 09 Februari 2015

Paket Belanja Online

Cerita tentang perpaketan aaah. Beberapa tahun yang lalu aku pernah kulakan jilbab segiempat merk Hameeda. Banyak yang kenal dengan merk ini tho? Jilbabnya cukup tebal, lebar, dan berbordir. Laris manis di Majene lho hehe. Lokasiku yang jaaauuh membuatku memilih PT. POS sebagai sarana pengirimannya. Pilih yang paling murah, paket pos biasa saja. Biasanya sampai di Majene kurleb 2 mingguan.

Mulai kuatir ketika sampai sebulan barang itu belum juga kuterima. Bolak-balik nanya ke pak pos, sampai lacak no resi tapi barang ga ketauan ada di mana. Intinya, dari manifest pos Jakarta dan pos Majene ada yang beda, aneh pokoknya. Nilai barangnya lumayan, sekitar Rp1,5jt. Nyut-nyut dong kepala, huhuhu. Akhirnya aku minta tolong ke pihak pengirim untuk mengklaim.

Kasihan juga pihak Hameedanya, harus wira-wiri ke kantor pos untuk ngurus klaimku. Setiap seminggu sekali aku menelepon untuk ngecek sejauh mana proses klaimnya. Lamaaaa lho prosesnya, sekitar 1 tahun barulah bisa cair ganti ruginya. Itupun kata pihak Hameeda, ada potongannya yang menyebabkan ganti rugi hanya sebesar Rp1,3jt. Gapopo wis, pokoke uangku balik. Sayangnya, Hameeda kapok ma urusan klaim ini. Orderanku selanjutnya ga dilayani hiks. Kebijakan baru mereka, ga nerima pengiriman ke Indonesia bagian tengah dan timur. Jadi kalau mau aku harus order ke agen Makassar.

Cerita kedua, aku kirim paket ke cust di Jember pake JNE. Paketnya raib! Hasil nyari sih, kata mereka ilangnya di kantor Jakarta. Jadi paket itu ga pernah berangkat ke Jember. Klaim dong akhirnya, itu juga aku jarang nelepon kesana, lupa melulu. Alhamdulillah custnya sabaaar dan baik hati hehe.

Setelah usaha nelpon ga ngefek, akupun ajukan klaim ke agen JNE tempat aku kirim barang. Akhir November aku ajukan, sampai Januari belum ada kabar. Ketika beberapa hari yang lalu aku telepon nanyain infonya, ealaaah kata CS ganti ruginya udah ditransfer ke rekeningku tanggal 9 Desember 2014.

Alhamdulillah, seneng juga ternyata berakhir manis. Meski heran sih, kok transfer duit ga konfirmasi ke emailku apa gimana gitu. Untungnya lagi, aku kirim paket ke Jember yang mana ongkirnya lumayan. Paket tanpa asuransi hanya diganti 10x ongkir lho. Lha kalo kirim barang ke Jakarta ongkir murce nilai barang tinggi kan jadi manyun. Nah, pernah kehilangan paket jugakah teman?




Read More

Selasa, 03 Februari 2015

Cerita Mudik: Malang I'm Coming (1)

Tahun 2015 ini diawali dengan perjalanan mudik ke kampung halaman tercinta, kota Malang. Setelah kurang lebih 2,5 tahun tak sowan ke rumah orang tua *ther lha lhu :( * alhamdulillah kemarin jadi juga kami mudik. Seperti yang sudah kuceritakan di sini, kami berlima naik kereta ekonomi Matarmaja yang mulai tahun 2015 ini tarifnya naik 3x lipat, dari yang sebelumnya harga tiket sekitar Rp60rb sekarang menjadi Rp180rb. Deg-degan sueneng rasanya, anak-anak juga gembira mau mudik. Kangen sama keluarga besar dan bahkan kami belum pernah bertemu keponakan, anaknya adik iparku, sedari lahir hingga sekarang usianya sudah 2 tahunan. Kalau anaknya adikku sudah hampir 1 tahunan. Jadi ya kepulangan kemarin itu memang sudah sangat dinantikan.

Mamaku sudah ribut aja seminggu sebelum hari H, nelpon ngingetin ini itu. Adikku juga mengingatkan agar kami paling tidak berangkat dari rumah 3 jam sebelumnya dari jadwal kereta. Dulu adik dan orang tuaku pernah naik kereta dari stasiun Pasar Senen juga. Berangkat dari Mampang ke sana memerlukan waktu sekitar 2 jam, mungkin waktu itu pas macet kali ya. Jadi mereka berulang-ulang berpesan agar kami berangkat lebih awal lagi, maklum karena rumah kami di Bintaro. Jarak tempuhnya jauh lebih lama kan.

Syifa dan Farah ikut deg-degan juga, sampai-sampai mereka menghitung hari. Farah yang masih kelas 1 SD salah melulu menghitung berapa hari lagi keberangkatan kami. Syifa selalu mengkoreksi hitungan Farah. Syifa juga melingkari tanggal 5 di kalender kami. Mereka juga sibuk membungkus kado yang akan diberikan kepada om dan tantenya. Isinya sederhana, buku cerita milik mereka. Bentuk rasa bahagia mereka, saking pengennya memberikan oleh-oleh setelah sekian lama tak bersua.

Akhirnya hari H pun tiba. Perutku jadi agak mules, biasalah lagi tegang mau perjalanan jauh plus saking bahagianya mau mudik. Kresek alias kantongan hitam kecil-kecil sudah dipersiapkan untuk Farah. Dia kan mabuk perjalanan hihi. Pokoknya naik kendaraan yang berbau aneh, misal pake AC, apalagi yang ada pewangi mobilnya nih, langsung hoek-hoek deh dia. Kami berangkat jam 11 siang dengan perkiraan perjalanan ke stasiun Pasar Senen sekitar 2 atau 3 jam, ya kali aja macet. Paling tidak jam 1 atau jam 2 siang kami sudah ada di sana kan. Masih bisa santai menunggu kereta yang jadwal keberangkatannya pukul 3 sore.

Oalah, ternyata perjalanannya lancaaar. Farah juga tidak muntah, sempet hoek-hoek aja berasa mual. Sampai di stasiun baru pukul 12 siang. Panas-panasnya, lapar dan haus pula. Kami pun mencari tempat untuk mencetak tiket secara mandiri yang letaknya ternyata di sisi paling ujung dari arah masuk ke stasiun. Antrian lumayan banyak, meski bukan waktu liburan tapi stasiun terlihat ramai calon penumpang berjubel. Banyak yang duduk-duduk ngemper di sepanjang stasiun. Di depan toko, toilet, ataupun mushola.

Rasa sakit kepala dan tidak nyaman di badan membuatku ngotot untuk ikutan ngemper juga. Aku kuatir kalau telat makan bisa kumat lagi migrainku. Akhirnya kami berempat nglesot di depan 7 Eleven, tidak jauh dari toilet. Pokoknya bau dari toilet ga sampai lah hehe. Lha kami kan mau makan siang, bisa hilang nafsu makan kalau ada bebauan aneh :D Eh, misua ga mau ikutan. Pria satu ini sepertinya males nglesot di situ, mungkin karena agak dekat dengan toilet ya, entahlah. Jadi dia pun menghilang dengan alasan mau merokok. Perkiraanku sih dia beli makan di warung yang ada di balik tembok pembatas stasiun.

Sudah tak tahan lagi rasanya, anak-anak juga sudah bilang kalau lapar. Mereka bertiga akhirnya kusuapi dengan bekal nasi goreng plus abon yang kami bawa dari rumah. Hap..hap..hap, mulut-mulut kecil mereka segera mengunyah. Aku pun juga makan dengan lahap. Setelah kenyang dan misua sudah kembali dari makan di warung, aku mengajak Syifa dan Farah sholat bareng di mushola. Ini dia foto narsis mereka bertiga. Sudah kenyang tuh jadi sudah bisa mesem-mesem ^_^


to be continued






Read More