Senin, 17 Desember 2012
Hari yang telah menjadi saksi. Ketika takdir Allah dilakoni. Ada sebab dan akibat, ada pahit namun berhikmah, manis yang pekat.
Masih jelas di ingatan, gerimis merinai kala itu, menjelang malam. Kami berdua berboncengan di atas sepeda motor tua yang setia. Menuju rumah, pulang setelah seharian berpenat lelah mencari nafkah.
Tak seperti dulu, saat kelabu. Ketika adzan berkumandang dan kami masih berjibaku di jalanan. Ketika aku minta dia menepi, berhenti, untuk bersegera sholat. Ketika dia selalu menjawab ringan bahwa masih ada waktu untuk itu, nanti ketika tiba di rumah.
Tertegun aku, namun sisi hatiku bersorak. Aku bahagia. Aku bersyukur. Hari itu, tanpa kuminta, dia menepi, berhenti di depan rumah Illahi. Tanpa kata dia melewatiku, masuk ke dalam masjid. Aku masih tercenung, namun kemudian bergegas mengikutinya di belakang. Sambil terus berucap syukur, lantas menikmati suasana damai di dalam masjid, juga di dalam hati.
Kali pertama, dan semoga bukan yang terakhir, tidak, jangan. Hidayah Allah memang mahal, jangan sampai terjual. Kamu, aku, kini mencicipinya dengan bayaran yang tidak mudah apalagi murah. Cobaan atau musibah, mari kita cecap kini, dengan hati bening dan ikhlas, tanpa culas. Ya, karena insyaAllah berbuah hikmah, manis, indah.
berkunjung sambil follow, di tunggu followback nya.. http://ghanihendrika.blogspot.com/
BalasHapussudah ku-follow yaaaaaa. thx kunjungannya.
HapusWah, artikel begini yang bagus mba..makasih, salam kenal
BalasHapusmakasih, salam kenal juga.
HapusFollow sukses mbak, follow back yah, terima kasih.
BalasHapusmakasih kembali, sip, kufollow ya.
HapusTerima kasih, amiin.
BalasHapus