Pertanyaan yang beberapa kali terlontar dari teman-teman. Rencana awalnya tanggal 23 Juni yang lalu, tapi apa mau dikata, rumah masih jauh dari selesai, belum bisa dihuni. InsyaAllah tanggal 30 besok kalau rumah sudah beres untuk lantai satunya, kami sekeluarga mau boyongan. Meski masih harap-harap cemas lah, H2C dari hari ke hari. Semoga tidak meleset lagi. Kalau pak kontraktornya sih bilang tanggal 30 sudah siap untuk lantai satunya. Lantai dua belum diplester, masih batu bata gitu, maklum kurang dananya. Memang ya, membangun rumah kalau tidak siap banyak duit ya jadinya mumet deh, sudah hutang sana-sini masih saja belum cukup untuk menyelesaikan pembangunan sampai finishing.
Kabar mau pindahan rumah, membuat orang tuaku ingin dolan ke Jakarta. Namanya juga orang tua ya, ingin membantu bersibuk ria sekaligus menengok cucu-cucunya. Karena rencana boyongannya tanggal 30, papaku sudah membeli tiket bus untuk berangkat tanggal 27 malam, untuk mama dan Yoga plus Ratih dan Dimas(pasangan pengantin baru) berangkat tanggal 29 malam. Setelah beberapa hari yang lalu aku dan suami mempertanyakan keabsahan rencana boyongan, jadi sibuklah aku smsan dengan Ratih. Suami meminta agar kedatangan mereka diundur atau dibatalin saja, takutnya belum jadi pindah tanggal itu, kan kasihan mereka sudah capek jauh-jauh datang. Kalau Ratih dan Dimas sih memang sengaja mau ke Jakarta dalam rangka perjalanan bulan madunya hehe. Heran deh, bulan madu kok ngejar Book Fair, siapa lagi kalau bukan si Ratih tuh. Dari Jakarta mereka mau ke Jogja lalu entah kemana lagi, keliling Jawa kali yaaa.
Alih-alih membatalkan atau mengundurkan tanggal keberangkatan, ternyata mama dan papa tetap saja berangkat. Mungkin mereka berharap rumah sudah cukup nyaman dihuni dan kami bisa pindahan. Daripada batal berangkat, eh ternyata bisa terlaksana pindahannya, kan sayang mereka melewatkan momen mendampingi anak cucunya masuk rumah baru hehe.
Nah, sekarang sudah hampir jam 2 siang, tapi papaku belum juga sampai Mampang. Padahal biasanya kalau naik bus, jam 10 atau 11 sudah sampai lho. Malahan dapat kabar dari Ratih, kalau jalur Pantura sedang diaspal jalanannya, sehingga menyebabkan macet. Duuh semoga papa tidak kelaparan di jalan, lah kemarin tidak bawa bekal apa-apa kecuali rokok Wismilak, perokok akut! Kuatir juga karena papa berangkat sendirian, semoga sehat-sehat saja di perjalanan dan selamat sampai di rumah, amiin.
Semalam suami nginep di rumah Bintaro, masang lampu-lampu hasil hunting di Plaza Kenari. Belum sempat ngobrol dengan suami nih, sampai mana perkembangan pembangunannya, apakah siap huni beberapa hari lagi atau tidak. Semoga dimudahkan, dilancarkan, dan hari Sabtu besok bisa beneran pindahan rumah.
Read More
TV adalah sebuah gaya hidup. Ada yang mampu hidup tanpa bersentuhan dengannya, dengan pertimbangan lebih besar dampak negatifnya daripada positifnya. Meski ada juga yang bisa menyiasati, tentunya dengan pengendalian diri yang bagus, sehingga TV benar-benar ada dalam kendali kita, bukan sebaliknya.
Sebenarnya terpikir juga untuk membatasi jam menonton, tapi aplikasinya tidak mudah. Sejak dulu, aku pecinta film, keluarga besarku juga. Suamiku apalagi, rajin banget beli Dvd/Vcd film bajakan:p, jadi rutinitas tuh, diajakin nonton malam-malam. Pilihan channel TV yang banyak makin mempengaruhi lho, langganan Yes TV ambil paket yang Rp. 99.000,- saja sudah membuat hobi baru, mencetin tombol remote melulu. Gonta-ganti channel, pengen tau acara yang oke di semua siaran. Biasanya sih paling seneng nonton Natgeo, itu aja banyak macamnya, hehe. Belum lagi AFC, duh ngiler-ngiler deh liat makanan aneh-aneh yang terlihat lezat itu.
Dan...akhirnya bisa merasakan hari tanpa TV, meski hanya seminggu. Tadi sore tiba-tiba suami mengabari bahwa dia menjanjikan kepada bapak-bapak tukang untuk memindahkan TV ke Bintaro hari ini. Wah, kaget juga! Sempat terpikir, bagaimana kami hidup tanpa benda satu itu? Anak-anak juga langsung protes begitu tahu akan ada yang datang untuk mengambil TV sore tadi. Mereka bingung mau nonton Shaun The Sheep dimana hehe.
Tak apalah, hitung-hitung belajar memanfaatkan waktu untuk hal lain selain terhipnotis di depan TV. Semoga aku bisa menambah halaman tilawah dan daftar buku bacaan, begitu juga anak-anak, moga makin kreatif tidak terpaku pada TV.
Read More
"Ah, yang bener mbak? Emang ada tuyul?"
"Ha..jaman sekarang masih ada ya tuyul?"
Ckck pertanyaan sejenis yang langsung terlontar dari beberapa temanku saat aku bercerita tentang tuyul kemarin. Memang sih, jaman sudah moderen, abad 21 gitu loh, jaman yang sudah cuanggiiih pool notok jeduk. Tapiii please deh, bukannya lantas kita ga percaya sama hal-hal gaib. Apalagi, di banyak tempat dan pada banyak orang masih ada yang mempraktekkan hal-hal berbau syirik lho.
Kali ini yang terkena tidak enaknya adalah keluargaku di Malang. SMS mengejutkan dari Ratih, adikku yang masih menikmati jadi penganten anyar. Ternyata, setelah rame-rame acara akad plus resepsi 2 minggu yang lalu itu, ada tamu tak diundang yang nyangkut di rumah, dan tidak pulang-pulang. Namanya si Tuyul!
Awalnya Mama tidak menyadari bahwa ada uang yang hilang. Tapi, lama-kelamaan jumlahnya makin banyak dan mencolok. Uang amplopan dari para tamu oleh Mama dihitung dan dibendel masing-masing Rp. 1 juta. Baruuu saja dihitung, diikat make karet, ditaruh, lah dalah pas coba dihitung lagi sudah berkurang sampai Rp. 200ribu. Sampai-sampai Papa membantu menghitung dan mengikat bendelan uang tersebut, tapi lagi-lagi jumlahnya berkurang lagi dan lagi. Entah sudah berapa banyak jumlahnya. Gemeeesss!! Siapa sih yang jahat banget dateng ke kondangan sambil bawa tuyul ituuu?? Anehnya, duit yang hilang hanya yang dari uang amplopan saja lho, uang Mama pribadi tidak ada yang diambil.
Masih saja ada orang yang mau dapat uang dengan cara kasar, tega, dan ga halal kaya gini ya.....menggadaikan imannya dan bekerjasama dengan setan, na'udzubillah. Semoga dengan makin rajin membaca Al-Qur'an terutama surah Al-Baqarah, membaca Ayat Kursi, Surah Al-Ikhlas, An-Nas, Al-Falaq setiap sebelum tidur dan selesai shalat bisa segera mengusir si jin aka tuyul itu. Amiin.
Read More
Innalillahi....Seperti dejavu...
Kagetnya, deg-degannya, heran bin paniknya, karena ini sudah yang keempat kalinya. Pengalaman tiga kali kemalingan di Majene dan sekali kejadian semalam.
Kutebak, pelakunya bukan orang jauh. Sepertinya dia tinggal di lingkungan yang sama denganku, tetanggaku, tapi entah yang mana. Dia tahu suamiku sedang tidak ada di rumah, dia tau kalau jendela rumah kontrakanku bisa dengan mudahnya dibuka, lha wong memang sudah rusak sejak lama kok.
Orang iseng, bukan maling profesional yang niat maling. TV, DVD/VDC player masih di tempatnya, hanya dompetku yang seperti biasa berada di atas kulkas yang raib diambilnya. Alhamdulillah, kemarin sore sempat kupindahkan uang ratusan ribu pembayaran jualan mukena dari dompet ke kantong tas coolerbagku. Jadi isinya tidak banyak, kurang dari Rp. 100.000,-, tapi banyak kartu-kartu penting di dalamnya, dari KTP, ATM, ASKES, dll. Huuff...ribet lagi ngurusnya, tapi ga apa-apalah, dijalani saja.
Semalam, suamiku memang tidak berada di rumah. Dia menjadi panitia kegiatan kantor di salah satu hotel, harus bermalam di sana selama 2 malam, semalam dan nanti malam. Biasanya dia begadang, always, everyday, entah insomnia atau hanya kebiasaan. Rata-rata jam 2 menjelang dini hari baru berangkat tidur. Kebiasaannya, pintu selalu terbuka dan TV menyala, jadi siapapun tau kalau si penghuni rumah belum terlelap. Setiap hari aku juga selalu menemaninya, setelah aku cukup tidur barang sejam atau dua jam bersama anak-anak.
Nah, semalam karena tidak ada suami, aku pun lebih cepat tidur, bareng anak-anak lah. Si Ika yang kuminta menemani juga masuk kamar sebelum jam 10an. Pintu dan jendela sudah kukunci, eh salah, hanya pintu yang kukunci karena dari dua jendela, salah satunya sudah rusak gerendelnya. Sudah lamaaa, dan karena selama 2 tahun ini aman-aman saja, kami cuek saja tidak segera memperbaikinya.
Sepertinya, si maling itu ngeh kalau suamiku tidak ada. Dan lalu masuk rumahku lewat jendela rusak itu. Dibukanya lebar-lebar, disangga sapu panjang sehingga tidak tertutup lagi. Dan lucunya, setelah dia keluar rumah, jendelanya tidak ditutup kembali. Saat selesai sholat subuh, barulah aku kaget, menemukan jendela yang terbuka lebar seperti itu. Segera aku membangunkan Ika dan menanyainya, makin kaget saat dia bilang bahwa bukan dia yang membuka jendela.
Langsung mataku jelalatan memeriksa isi rumah, semua ada, hanya dompet yang nampang di atas kulkas yang diambil. Menurut si Ika, semalam ada yang mencoba masuk ke kamarnya, tapi oleh Ika pintu ditendang karena dia lupa bahwa dia sedang tidur di rumahku. Dikiranya, saudaranya yang iseng mau buka pintu. Saat dia agak sadar, dia sempat melihat jam dan saat itu sudah pukul 1 tengah malam. Jelas-jelas itu bukan aku, berarti ya si maling ya. Dikiranya ga ada orang di kamar, mungkin mau bongkar-bongkar lemari.
Ngerinyaaa....karena pintu kamarku tidak bisa ditutup, jadi selama ini aku, suami, dan anak-anak tidur dengan pintu terbuka. Terbayang kemungkinan si maling melihatku dan anak-anak tidur hiiiii. Apalagi aku hanya memakai daster pendek agar lebih mudah menyusui Azzam kala dia terbangun. Ya Allah...moga-moga dia tidak sempat melihatku dalam keadaan sedang nyusuin Azzam. Aarrgghh.
Nambah tugas nih, pulang knator harus mampir ke Kantor Polisi dulu untuk membuat Surat Keterangan Kehilangan. Kartu ATM sudah diblokir, meski tidak ada isinya untuk berjaga-jaga. Malam ini semoga aman, yang mau menginap menemani mbak Anik. Pak RT juga bilang kalau nanti malam dia mau mengawasi, sekedar berjaga-jaga. Jendela juga sudah diperbaiki semua gerendelnya.
Hikmahnya, jangan sepelekan hal kecil. Meski terbilang aman, segera ganti atau perbaiki gerendel jendela yang rusak yaaa. Jangan dibiarkan sampai akhirnya kejadian buruk menimpa.
Read More
Hari Jum'at, seminggu yang lalu ( 8 Juni 2012 )
Ribet pagi-pagi sekali bersiap-siap tuk segera ngantor, hari itu giliran Bidang P4 tempatku berada, untuk mengadakan acara rutin Paguyuban yang diadakan sebulan sekali. Acara ramah-tamah, games, dan pastinya ya makan-makan. Harusnya sebelum jam 7 pagi aku sudah sampai di kantor untuk mengecek kedatangan penjual soto dan sate, sebagai penyedia menu sarapan pagi itu. Hoho nyatanya tetap saja, aku telat, lha pak ojeknya alias misuaku lagi-lagi susah dibangunkan, berangkat kesiangan lagi deeh.
Alhamdulillah acara lancar dan selesai sekitar pukul 10 WIB, udah kemrungsung ga karuan di kantor karena rencana jam 12 musti ngacir ke bandara. Yup, alhamdulillah jadi juga berangkat ke Malang tuk menghadiri akad nikah adik tercinta. Huru-hara packing sudah dicicil dari semalamnya, setelah subuh tinggal ngelempar-lempar pakaian masuk ke koper hehe. Alhamdulillah Azzam sudah mendingan, tidak mengi, batpil masih sih tapi insyaAllah tidak mengapa diajak pergi jauh.
Di Malang sudah ada beberapa sesepuh dari pihak Papa yang tiba dari Salatiga, kalau dari pihak Mama rencana besoknya baru tiba. Senang bisa pulang lagi, dan bakal ketemu keluarga besar yang sudah bertahun-tahun tidak bersua. Maklum, sejak menikah sampai sekarang, aku baru sekali saja mudik ke Salatiga. Jelas dong kangen keluarga besar dan juga rondenya :D.
Alhamdulillah perjalanan lancar jaya. Sampai di Singosari, Malang pukul 18.30 WIB. Kali ini perjalanan dari bandara Juanda ke Malang memakan waktu lebih lama, karena naik bus kota. Biasanya kami dijemput orang tua, jadi perjalanan lebih cepat, wuuss...wuuss....sampai deh. Lebih capek, iya, tapi hati senang. Malam itu kami menginap di rumah orang tua misua, karena di rumahku sudah penuh juga, jadi kesempatan untuk sekalian mampir ke Arjosari.
Sabtu (9 Juni 2012)
Pagi harinya kami balik lagi ke Singosari, makin heboh, karena siangnya akad nikah akan dilaksanakan. Keluarga besar dari Salatiga dan Tuntang juga nambah lagi yang datang, ramee :). Mungkin karena kecapekan, Azzam sempat naik suhu badannya, anget-anget gitu dan agak rewel. Alhamdulillah tetap saja dia asyik bermain dengan kakak-kakaknya dan selalu tersenyum ketika ada yang mengajak kenalan.
Akad nikah berjalan lancar alhamdulillah...legaaa. Meski capek, Mama selalu tersenyum. Penantian sudah berakhir, do'a-do'a sudah terkabul. Semoga menjadi keluarga SAMARA ya dek...
Minggu (10 Juni 2012)
Resepsiii...Syifa sudah semangaaatt banget. Mau make kebaya, mau make konde, mau dirias, dipakein lipstik, ckckck. Farah juga ikut ribut, ngekor kakaknya. Resepsi diadakan di rumah, sama seperti ketika aku menikah dulu. Maklum, di kampung, malah tambah ribet kalau diadakan di gedung. Pengalaman tetangga nih, meski diadakan di gedung, tetap saja banyak tamu yang datangnya ke rumah. Jadi, ya lebih baik tetap diadakan di rumah sajalah.
Here they are...foto-foto narsis legalnya hihi.
Read More
Saat-saat menjelang berangkat ke kantor adalah menit-menit penuh adrenalin pumping bagiku. Bagaimana tidak, selisih waktu keberangkatan 5 menit saja bisa-bisa kami terlambat untuk setor jempol di finger print sebelum jam 7.30 WIB. Ngebut dari rumah bak pembalap, buatku sih masih oke saja. Pegangan erat ke suami sambil terus merapal dzikir. Tapi yang membuatku sedih dan galau adalah rutinitas yang sama setiap harinya. When will it change?
Jarak rumah kontrakan yang sekarang sebenarnya hanya 15 menit perjalanan ke kantor. Dari Mampang Prapatan ke Gatot Subroto, dekat kan tuh. Kalau saja bisa berangkat sedikit lebih pagi, kira-kira jam 7 pagi, insyaAllah tidak ada cerita ngebut-ngebutan plus rem mendadak yang bikin sport jantung, muka pucet, dan yang terpenting, ada resiko bahaya di sana. Huff, inget matiiii aja, inget gimana anak-anak yang masih kecil-kecil di rumah.
Teringat saat aku hamil kemarin. Dari hamil muda sampai hamil tua, dari perut kempes sampai mlendung guede banget, aku masih saja diajak ngebut dan berlari-lari menuju si finger print. Dan aku masih bisa tersenyum, meski di dalam hati berasa sedih banget. Hanya do'a-do'a saja yang kuucap, agar si baby tetap tahan banting.
Tapi ada yang lebih membuatku sedih, yaitu adrenalin pumping sebelum ritual kebut-kebutan itu. Setiap pagi, ritual membangunkannya. Kalau dia bisa bangun jam 7 tepat, dan acara mandi dkk sebelum ngantor cepat selesai, jam 7.15 bisa meluncur ke jalanan. Tetep sih, make gas dan rem pol-polan. Macet sedikit, telat deh beberapa menit. Sayang, lebih seringnya kalau pas susaaah banget dibangunkan, dan ketika akhirnya bangun.....alamat telat sampai kantor tuh. Saat-saat seperti itu yang bikin cenat-cenut. Dia marah-marah, ngedumel, dan ritual ngebutnya makin ugal-ugalan. Pengen rasanya, aku turun saja dari motor, mending naik bus dan bermacet ria daripada bertaruh nyawa sia-sia seperti itu.
Sayang sekali, dulu saat di Majene aku dilarang belajar naik motor. Padahal di sana jalanan sepi dan kondusif buat latihan. Terasa banget, sekarang skill naik motor dibutuhkan, jadi aku bisa lebih mandiri lagi. Mau pulang ke rumah pas jam makan siang pun bisa lebih sering kalau bawa motor sendiri. InsyaAllah nanti belajar ah, memberdayakan diri judulnya.
Read More
Hening....
Lalu, nyuut...nyuuut...nyuuuuttt.
Meringis, merem melek.
Masih saja hening.
Hari sudah menjelang maghrib, kantor sudah sepi. Hanya tersisa beberapa pegawai yang disetrap karena datang terlambat (termasuk aku), si Adit n Amin mania PS yang asyik main PS di kompinya, dan mas-mas OB yang beberes kantor. 15 Menit menuju pukul 17.30 WIB, masih ada waktu untuk ngejurnal sore ini.
Meski kepala nyut-nyutan karena migrain kambuhan, cuek saja lah, dinikmati saja. InsyaAllah besok mau bekam, kudu di kepala biar lekas sembuh dan ga kambuh-kambuh lagi. Teringat Azzam yang (lagi-lagi) kena batpil plus mengi. Nafasnya berat, ngik-ngik, batuknya parah. susah tidur, susah maem, susah mimik ASIP. Makin ngilu saat terngiang omongan suami pagi hari tadi sebelum berangkat ke kantor, "Kalau Azzam belum sembuh juga, tidak usah pulang ke Malang!" dengan roman muka bin mimik sangar as usual. Aku hanya bisa mingkem, say nothing aja lah daripada ribut.
H-2 sebelum jadwal keberangkatan ke Malang untuk menghadiri akad nikah dan resepsi pernikahan adik tercintaku. Rasanya kok jahat betul kami tidak hadir gegara Azzam batpil. Well, si mas dan Farah harus tetap berangkat untuk menjemput Syifa kan, misal benar-benar aku ga boleh berangkat nih. Teringat ucapan mertuaku beberapa saat yang lalu ketika mudik kemarin bahwa acara nanti usahakan kami hadir karena tinggal satu itu adikku yang mau nikah. Yoga si bungsu yang autis, belum tau keadaannya bagaimana kelak. Kalau dari pihak suamiku kan masih ada 2 adiknya, jadi tidak mengapa kemarin sewaktu adik kedua si mas nikah kami tidak bisa hadir.
Ehem, apa dia balas dendam yah, ga bisa dateng ke nikahan adiknya gegara aku hamil tua, sekarang ujug-ujug bilang aku ga boleh berangkat? *su'udzonmodeon
Read More
Melanjutkan cerita sebelumnya.
Sampai ribut sama suami nih, gegara dia sebel sama aku , disuruh nyari info sekolah kok ga ada kabar kejelasannya sampai detik-detik terakhir. Yup, bener-bener mefeet. Baru tahu kalo di SDIP MBM itu pengambilan formulirnya paling telat hari itu. Buru-buru kutelepon, katanya formulir tinggal 2 saja. Langsung memelas sama ibu TU-nya, kujelaskan bahwa aku posisi di Jaksel dan butuh waktu untuk pergi ke Bintaro. Sampai minta tolong teman yang ada di sana untuk mengambilkan formulirnya, sayang karena hujan sehingga dia belum bisa mengambil sesegera mungkin. Saat itu hampir jam 12 siang, kutelepon ulang kantor TU sambil berharap masih ada formulir untuk Syifa. Ternyata, sudah habis! Pihak sekolah berkata bahwa formulir tidak bisa dipesan via telepon, harus diambil sendiri, siapa cepat dia yang dapat.
Nyesek deh, deg-degan, karena saat suami nanya, aku bilangnya sudah beres, ada teman mau bantu mengambilkan formulirnya. Ternyata meleset kan, terbayang wajah Syifa yang berharap bisa bersekolah di SD Islam yang bagus. Memang, itu keinginanku dari dulu. Anak bisa mendapatkan ilmu dan wawasan keislaman dari sekolah sebagai pelengkap. Mengapa bukan sekolah negeri yang kami pilih? Salah satu alasannya adalah dari info yang kami dapatkan, SD negeri mutunya kurang bagus, fasilitas juga kurang, meski ada yang oke loh ya, tapi ketat kurikulumnya. Mamaku kan seorang guru SMP negeri, sering mengeluh tentang banyaknya murid dalam satu kelas dan kurikulum berat yang harus dipenuhi. Dalam pemikiranku, kalau bisa masuk sekolah swasta, meski lebih mahal tapi mutunya lebih baik. Dalam satu kelas jumlah murid tidak terlalu banyak, fasilitas sekolah amat memadai, anak bisa lebih nyaman bersekolah. Meski semua relatif ya, secara belum pengalaman menyekolahkan anak di jenjang SD.
Suami menelpon dengan nada suara yang tidak menyenangkan, huff marah nih dia. Aku diminta ke ruangannya untuk mengambil sesuatu. Deg-degan, asliii...terbayang wajah sangarnya kalau lagi badmood. Sesampainya di sana, kaget! Ternyata dia memberikan formulir pendaftaran yang sedari pagi jadi hot topic. Hiks...lega campur haru, terbayang suamiku ngebut naik motor ke Bintaro mengambil selembar kertas tersebut. Makasih yaaaa.... Satu masalah terlewati, menuju masalah berikutnya :D.
Syifa senang, mukanya sumringah melihat-lihat brosur calon sekolahnya. Padahal belum tentu masuk kesitu juga kan. Jadwal tes masuk sudah ada, tinggal mempersiapkan Syifa saja. Persiapannya? Ah, tidak aneh-aneh kok. Hanya mengingatkan Syifa tentang hafalan surat-surat pendek, do'a-do'a hariannya, sampai alamat dan nomer HP kedua orang tuanya hehe, jaga-jaga kalau ditanyakan juga gituu.
Pas hari H, kami sekeluarga kecuali Azzam sudah siap-siap berangkat dari Mampang jam 7.30 pagi. Suami sempat menanyakan kenapa tidak berangkat lebih pagi saja karena waktu tesnya kan jam 7.30 pagi. Seingatku sih mulai tes jam 8.30 ya, jadi ya suami manut aja berangkat agak siang. Di dalam taksi menuju Bintaro, tiba-tiba HP milik suami berdering. Wah, ternyata telepon dari pihak sekolah yang menanyakan mengapa Syifa belum sampai di sekolah padahal tes sudah dimulai sejak tadi. Doweeeng...kagetlah aku, dan suami langsung melirik tajam!!
Huhuhu lagi-lagi aku teledor...jangan-jangan aku salah info nih, atau memang aku lupa? Nggak tauuu. Pastinya sih, nih hati kebat-kebit, merasa bersalah banget. Sampai sekolah sudah jam 8.30 WIB, berarti Syifa sudah tertinggal selama 1 jam. Suami mendesakku agar bertanya pada panitianya, apakah ada dispensasi buat Syifa, misal tambahan waktu untuk mengerjakan soal-soal gitu, tapi tidak bisa. Kalau dilihat tesnya sih, serius banget, mungkin seperti tes IQ ya, lupa nama tesnya. Lalu dilanjutkan dengan observasi motorik kasar, anak-anak diminta lompat tali, main bola, berguling-guling dll.
Aku sudah jatuh hati dengan sekolah tersebut, adem melihat ibu-ibu gurunya berjilbab lebar. Sempat melihat mereka ikutan halaqoh juga. Sekolahnya tidak luas dan megah, tapi itu tidak penting kan, yang penting mutu pengajarnya oke. Aku berharap Syifa bisa masuk ke sekolah itu, lagipula biaya masuknya Rp. 10 juta, bisa dicicil pula, dan separo dari Auliya dkk. Sambil H2C, apa keterlambatan Syifa tadi akan mempengaruhi hasil tes masuknya? Hiks...kuatir.
Lain aku lain suami, dia lebih tertarik ingin memasukkan Syifa ke SDI Al-Azhar, meski dua kali lipat lebih mahal dari MBM. Sebabnya, sekolah tersebut dekat dari rumah kami nantinya, bisa ditempuh dengan berjalan kaki, naik motor malah dekat banget. Dihitung dari biaya bulanannya tidak jauh beda. Kalau di MBM Rp.500ribu untuk bulanan plus ongkos angkot, kurleb nilainya sama dengan biaya bulanan Al-Azhar yang Rp. 800ribu per bulan tapi tanpa ongkos angkot. Suamiku sudah bulat agar Syifa didaftarkan juga di sana. Aku manut, karena dapat feeling Syifa tidak diterima di MBM gara-gara tidak sempurna hasil tesnya yang dikerjakan telat 1 jam itu.
Akhir bulan Februari Syifa mengikuti observasi tes masuk SDI Al-Azhar. Jauh lebih mudah ternyata, hanya dites mengaji menggunakan IQRA 1-3 dan tentunya Syifa sudah bisa karena dia mengajinya sudah sampai IQRA 5. Tes lainnya, menyusun huruf menjadi kata, wah, lagi-lagi ini bukan hal sulit buat Syifa. Observasi lainnya motorik kasar, mirip dengan yang dilakukan di MBM. "InsyaAllah Syifa lolos." batinku. Dan benar, Syifa diterima. Alhamdulillah.
Masih tidak menyangka. Biaya sekolah Syifa yang baru SD saja sudah 20juta, dan kami membayarnya dengan mencicil. Biaya kuliah saja lebih murah dari itu, tergantung fakultasnya juga sih ya. Teringat dulu sewaktu di Majene, aku iseng-iseng ikut asuransi pendidikan dengan Rp. 100ribu per bulannya dan uang pertanggungannya Rp. 20juta untuk 17 tahun mendatang. Hoho padahal Syifa baru 7 tahun saja sudah kena segitu....
Bagaimana dengan Farah? Tahun ini dia usianya genap 5 tahun di bulan Juli. Saatnya masuk TK, tapi setelah habis-habisan untuk kakaknya, sepertinya Farah akan bersekolah di TK yang sederhana saja. Bukan TK Al-Azhar pastinya yang mematok Rp.10juta *mewek darah. Bukan pula TK lainnya yang masang harga Rp. 4-9 juta. Farah, dengan kelebihan dan keunikannya itu, hem...liat nanti sajalah.
Read More