Jumat, 13 Desember 2013

Ketika Papa Datang

Tak mau sampai terlupakan, momen ketika Papa berkunjung singkat akhir bulan Nopember yang lalu, maka ditulis sajalah.

Antara Aku dan Papa.

Kepada Papa aku bisa lebih berani dan bebas bercerita, sejak dulu saat aku masih tinggal di rumah sampai saat ini ketika aku sudah berkeluarga. Papa lebih sabar dan tidak mudah emosi, meskipun mungkin cerita yang kusampaikan sungguh tidak enak didengar misalnya. Kalau Mama justru kebalikan dari Papa. Emosi Mama labil dan mudah sekali tersulut. Alih-alih curhat atau sekedar bercerita ringan, bila hal itu dirasa kurang pantas atau kurang baik di mata Mama, bisa-bisa beliau seketika berubah dari ibunda yang baik hati menjadi seperti guru killer di sekolah. Hiks, maka kami pun anak-anaknya kapok dan lebih baik berhati-hati ketika mengobrol dengan beliau, hingga saat ini.

Maka ketika aku sesekali merasa terpojok oleh suatu masalah, rasanya ingin segera curhat dan minta nasehat pada Papa, seperti kejadian kemarin itu. Bila sebelumnya aku bisa menahan untuk tidak berbagi kisah sedihku, bahkan hingga agak jarang menelepon kedua orang tuaku karena takut terbaca kegalauan dan kelebayanku, maka kemarin jebol sudah pertahananku. Aku menelepon Mama Papa tapi lebih banyak berbicara kepada Papa. Ingiiin rasanya lari ke pelukannya, mungkin efek sekian lama tidak pulang kampung, rindu ini begitu terasa. Ya, aku rindu Mama dan Papa.

Kedatangannya.

Berharap bisa menghabiskan waktu beberapa hari di rumah orang tuaku, Papa pun datang menjemput. Aku sangat lega dan merasa mendapatkan kesempatan untuk berbicara banyak hal dari hati ke hati dengan beliau. Tidak hanya aku yang curhat kepada beliau lho, tetapi beliau juga sempat curhat padaku, anak pertamanya ini. Waktu yang hanya dua hari, cukup singkat, tapi bisa menebus gundah di hati. Banyak sekali nasehat yang beliau berikan padaku. Meskipun akhirnya aku tidak bisa ikut kembali ke Malang bersama beliau karena tidak mengantongi ijin suami, tapi yang penting hati ini sudah lebih merasa nyaman dan aku pun insyaAllah banyak mendapatkan pencerahan dari Papa.

Alhamdulillah, Papa di usianya yang  hampir 63 tahun masih cukup sehat. Sayang, Papa tidak juga lepas dari jeratan rokok. Sama halnya seperti Papa mertua, adik ipar, dan suamiku itu, benci deh sama rokok haha. Aku hanya berharap, Papa selalu sehat, diberi kemudahan dan hidayah oleh Allah SWT agar di sisa usianya papa lebih rajin beribadah, begitu juga Mama. Senang rasanya bisa melihat tawa ceria beliau ketika bermain bersama cucu-cucunya.

Pesan-pesannya.

Sabar itu modal utama. Apapun yang kita hadapi, sekeras apapun, seberat apapun itu bentengi diri dengan sabar. Menghadapi siapapun, apapun, bila memang sifatnya sudah default seperti itu, pahamilah, mengertilah, dan gunakan cara halus. Jangan dilawan dengan kekerasan yang malah hanya akan berbuah percikan api yang bisa makin membara. It's not easy but it's the only way.


 Note: Foto Papa belasan tahun yang lalu, ckck rokok tak pernah terlepas dari jemarimu ya, Pa :(

4 komentar:

  1. Wah asyik, papanya menyenangkan banget tuh. Kebalikan dari bapak saya yang pemarah lho......

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah Bun, sebagai penyeimbang Mama yang suka meledak-ledak hehe.

    BalasHapus
  3. Papaku juga sama, tak bisa menjauh dari rokok...tapi, papaku bukan tipe "cowok" yang bisa di ajak curhat macem papamu hehehe :)

    Dan ibuku juga tidka bisa diajak curhat, mungkin juga karena ndak biasa curhat ma beliau...jadi biasanya sama teman atau sama sepupu :)

    salam silaturahmi...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah, ini Papa kita kapan kapoknya yaa haha. Masih okelah, yang penting ada yang bisa diajak curhat hehe.

      Makasi dah mampir yaaa, salam silaturahmi ^_^

      Hapus