Selasa, 31 Juli 2012

#galau

Ada butir-butir tertahan di sana
Mataku kaca

Ada kelabu menggelayut manja
Tak jemu, tak jua sirna

Hati meranggas pedih...luka
Ingin mati rasa tapi tak kuasa

Mencerna makna
Mengecap asa

Kuingin mata hati tetap terbuka
Syukur agar tetap terasa


Read More

Jumat, 27 Juli 2012

[Azzam] Merangkak, Alhamdulillah!

Alhamdulillah, Azzamku sudah 10 bulan sekarang. Tak terasa ya...tahun lalu masih menjalani ibadah puasa dengan perut mblendung isi bayi. Kenangan manis, ketika aku puasa, maka Azzam di dalam perut malah demo, nendang-nendang terus sampai kulit perutku monyong-monyong dan terasa sedikit nyeri.

Di usianya yang 10 bulan ini, giginya sudah empat. Tajam dan gede, cukup untuk membuat kakak-kakaknya menangis ketika kebagian gigitan gemes Azzam. Makin membuatku parno tentu saja, beberapa kali dia juga menggigitku ketika nenen, oouucchh saakiiiit
. Lucunya, pernah dia sengaja menggodaku, dengan wajah imut bayinya itu ditambah seringai jail, dia mainkan giginya sambil pura-pura mau menggigit. Jadilah aku makin merinding, ngeri aja kalau dia benar-benar langsung menggigitku ketika dikasi nenen.

Di usia 8 bulan yang lalu, Azzam sudah aktif minta berdiri dengan berpegangan pada kami yang sedang duduk atau pada kursi, ketika berada di rumah neneknya. Heemm, kami menebak-nebak, apakah Azzam akan bisa merangkak atau dari merayap langsung mau berdiri dan belajar jalan ya? Teringat akan Syifa dan Farah, mereka berdua tidak melalui tahap merangkak tapi malah ngesot (kaya suster ngesot itu
). Aneh melihatnya, kemana-mana soot...kesot...kesot... Bahkan Farah hampir berumur 2 tahun ketika bisa berjalan. Sampai-sampai para tetangga mengira kalau Farah tidak bisa berjalan. Mereka menyarankan agar Farah dibawa ke dukun pijat, ke dokter, diberi makan ini makan itu, diolesi ini dan itu di kakinya. Wah, pokoknya jadi ikutan cemas.

Berharap Azzam bisa merangkak, melihat geraknya yang aktif, merayap kemana-mana lalu pantatnya naik, jatuh lagi, begitu terus. Lama-kelamaan dia bisa duduk sendiri dari posisi tengkurap. Alhamdulillah, sejak awal bulan ini Azzam mencoba merangkak...dan bisaaaa!!
Hihihi seneeng deh melihatnya. Sekarang dia merangkak kemana-mana, masih suka terpeleset sih, merayap lagi lalu merangkak lagi. Heboh jadinya, punya anak laki-laki setelah dua anak perempuan dan bisa merangkak, sesuatu banget hehe. Dua kakaknya juga ikut berteriak-teriak gembira ketika melihat Azzam bisa merangkak.
Read More

Kamis, 26 Juli 2012

Renungan Pagi

Pagi ini terasa lebih menyesakkan, apalagi setelah semalam, sebelum tidur tiba-tiba terkalkulasi hitungan hutang-hutang di depan mata. Ya Rabb...banyak banget. Padahal dulu direncanakan, saat sudah pindah rumah kami hanya akan menyicil hutang yang dari bank saja. Kenyataannya lain kini. Belum lagi bulan depan lebaran, harus menyiapkan dana untuk THR dua mbak di rumah.

Mamaku sakit, kena stroke ringan dan harus diopname selama minimal 10 hari untuk penyembuhannya. Tidak disangka, papa mertuaku juga sakit sampai tidak bisa berjalan karena ada syarafnya yang terjepit. Alhamdulillah keadaan mereka berdua sudah lebih baik sekarang. Sedihnya, kami anak-anaknya tidak bisa menengok, parahnya lagi, kami tidak bisa mengirimkan bantuan meski ala kadarnya.

Bulan Ramadhan...seharusnya menjadi peluang amat sangat besar untuk meraih berkahNya dan juga pahala dariNya. Entah, justru saat-saat berat seperti ini kok malah futur akut. Hari keenam Ramadhan, ibadahku masih kurang bangeeett. Sedih banget melihat orang-orang dekatku setiap hari puasa tapi tidak sholat, akunya juga ga pol-polan nambah kualitas n kuantitas ibadah. Semoga hari ini bisa memaksakan diri untuk berbuat lebih, Amin.

Semua masalah yang ada, ditambah kurangnya komunikasi antara aku dan misua, makin menambah beban rasa. Makin banyak saja kesalahan-kesalahan yang kubuat. Memang, makin ga konsen, makin kacau aku. Hal-hal kecil yang harusnya kutangani, seperti pakaian bolong, menej mbak-mbaknya, dan printilan lainnya, makin tidak terpegang. Asli ga profesional banget nih jadi Manajer Rumah Tangga.

Dalam perjalanan ke kantor tadi pagi, kami melewati seorang ibu muda dengan tiga anaknya yang masih kecil-kecil. Mereka duduk-duduk di pinggir jalan, di sampingnya ada sebuah gerobak lusuh yang kemungkinan besar merupakan rumah mereka. Anak yang terkecil sedang minum dari sebotol minuman kemasan, entah susu atau air putih, tidak jelas, hanya terlihat sekilas. Dua kakaknya asyik mengobrol sambil memakan roti yang dibagi. Pemandangan yang membuatku trenyuh dan teringat anak-anak di rumah. Ya Rabb, betapa tidak bersyukurnya aku. Semua yang kualami insyaAllah akan bisa kulewati. Aku punya pekerjaan, punya penghasilan, punya rumah, punya kendaraan, punya banyak hal. Semenderita-menderitanya aku, (mungkin) masih jauh lebih enak daripada keluarga kecil tadi. Wallahu'alam.

Sayang, motor kami melaju kencang. Setelah jauh dari mereka malah baru kepikiran, duuh kenapa tadi tidak berhenti sejenak untuk memberi duit atau apa kek gitu pada mereka, malu ih, kok ga ada ACT dalam diri ini. Meski mata ini masih saja berat, pengen memuntahkan air mata, tapi hati lebih ringan. Yup, aku harus lebih banyak bersyukur, lebih banyak bertaubat, lebih banyak memohon, meminta, dan bersimpuh padaNya, apalagi momennya memang pas banget. Sayang kalau sampai aku melewatkannya bukan?


Read More

Selasa, 17 Juli 2012

[Lomba Senyumku Untuk Berbagi] Senyum Abadi.

Dalam banyak momen, terutama saat-saat kita narsis dan terabadikan dalam foto, ada satu hal yang pasti, kenangan. Yup, semua foto-foto itu menyimpan kenangan. Suatu saat nanti, ketika sengaja ataupun tidak, saat kita kembali melihat foto-foto tersebut, ingatan kita pasti akan kembali pada saat foto itu dibuat. Semua hal kecil bahkan detil tentang kapan, mengapa, dimana foto itu dibuat akan kembali terpampang dalam ingatan kita. Bahkan, suasana hati yang saat itu tersembunyi di balik seulas senyum dalam foto itupun bisa jadi akan kita ingat kembali.

Foto-foto yang membawa kenangan seumur hidup, momen terpenting dalam hidup, saat-saat membahagiakan, seperti halnya foto pernikahan. Ada banyak senyum di sana, senyum bahagia, senyum lega, senyum syukur, senyum yang membuat semua foto pernikahan makin terlihat manis, indah, dan bisa dijadikan obat suatu saat nanti.

Maka, aku memilih untuk mengikutsertakan foto pernikahan Ratih, adikku, yang diadakan tanggal 10 Juni yang lalu di dalam lomba ini.
Senyum yang terpatri di foto tersebut, semoga akan selalu mengingatkan, bahwa kebahagiaan itu anugerah dan tidak usah jauh-jauh dicari karena letaknya dekat, di dalam hati. Dan Allahlah Maha Pembolak-balik Hati, maka saat sedih, mengadulah, memintalah pertolongan hanya padaNya.

Note : Aku yang nomer dua dari kiri.

Karena syarat lomba maksimal 5 orang di dalam foto, maka kusertakan juga foto keluarga kecilku yang terdiri 5 orang saja (saat ini, insyaAllah nambah nanti ). Foto ini berarti banget buatku, karena kami numpang narsis berfoto ria sekeluarga. Selama ini ingin sekali bisa bikin foto keluarga tapi belum terlaksana juga. Alhamdulillah foto ini bisa jadi kenang-kenangan .
Diikutsertakan dalam lomba Senyum Untuk Berbagi.

Read More

Senin, 16 Juli 2012

[Syifa] Sudah SD.

Tanggal 9 Juli yang lalu adalah hari pertama masuk sekolah bagi Syifa. Sejak kepindahan kami ke Bintaro, Syifa makin semangat mempersiapkan keperluan sekolahnya. Begitu ceria dan penasaran tercermin dalam raut wajah dan polahnya. Heemm...membuatku ikut juga tersenyum dan bahagia. Subhanallah, sudah tambah besar anakku ternyata. Seragam baru, tas baru, buku-buku paket dari sekolah dan buku tulis baru sudah dipersiapkan. Beberapa malam mulai sibuk menyampuli buku-bukunya di malam hari, alhamdulillah dibantu sama mbak-mbaknya, sambil menahan kantuk.

Makin deg-degan, sumringah, tidur malam menjelang hari sekolah jadi tidak nyenyak. Syifa masih juga merem melek sambil sesekali melontarkan berbagai pertanyaan tentang sekolahnya, juga berapa besar uang jajannya. Sekolah Syifa termasuk sekolah mihil, sekilas melihat kantinnya, sepertinya harga-harga makanan yang dijual di sana mihil juga deh. Pasti jauh dari uang jajan harian Syifa yang biasanya cuma gopek sampai dua ribu saja sehari. Jadi, saat Syifa menanyakan uang jajan, sambil ragu-ragu akhirnya kuberikan dia uang dua ribu. Feelingku sih, ga cukup duit segitu hehe. Dan benar adanya, es Kiko yang biasanya gopek, di sana dijual seribuan. Makanan yang lain sebangsa Crepes minimal enam ribuan. Sampai-sampai temannya bilang mau minjami dulu uang untuk Syifa jajan. Alhamdulillah Syifa menolak tawaran temannya itu, cukup emakmu aja yang ngutang Nak.....

Tambah satu lagi tugas menanti sepulang kantor, menemani Syifa belajar. Kalau Farah masih santai ya, masih 2 tahun lagi masuk SD nya insyaAllah. Kalau dulu di usia segitu Syifa sudah bisa membaca dan menulis, ini Farah belum bisa, bicara juga masih cadel. Beda anak memang beda perkembangannya, yang penting mereka sehat, ceria, insyaAllah jadi anak sholehat..Amin.

Mumpung bisa antar sekolah, diajarin narsis deh sama emaknya. Ini dia Syifa dan salah satu temannya yang juga memakai jilbab. Di kelasnya hanya 3 anak perempuan yang memakai jilbab. Sayang sebetulnya, sekolah Islam tapi tidak membiasakan sedari dini untuk kewajiban muslimah yang satu ini. Semoga Syifa dan teman-temannya bisa istiqomah berjilbab sampai dewasa nanti...Amin.



Read More

Jumat, 13 Juli 2012

KRL Pertamaku

Apa saja yang merupakan pengalaman pertama itu memang mendebarkan, asyik, bikin penasaran mau tau rasanya. Sejak kepindahan kami ke Bintaro, terbayang jauhnya jarak tempuh dari rumah ke kantor di jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Sewaktu di Mampang, bisa berangkat mepet, sampainya cepat, bahkan bisa pulang ke rumah saat jam istirahat untuk nengokin anak-anak di saat-saat tertentu, misal ketika ada yang sakit atau stok ASIP kurang. Kini, weew sudah gamang saja, mau berangkat rasanya beraat. Oleh karena itu, dua hari pertama pindahan, aku dan suami tidak masuk kerja, mengajukan ijin dan merelakan potongan 10% yang jumlahnya sebenarnya amat dibutuhkan di saat keadaan seperti sekarang ini.

Hari ketiga menempati rumah baru, suami malah dapet tugas luar kota, tour of duty ke Palembang selama dua hari lanjut ke Balikpapan juga selama dua hari. Terpaksa deh aku harus berangkat ke kantor sendirian, naik apa yaaa? Pilihannya ada dua, naik bis jemputan tapi harus naik dari kampus STAN dan harus sudah siap di sana sebelum jam 6 pagi (masih gelap euy) atau naik KRL yang mana stasiunnya dekat dari rumah, hanya beberapa menit naik angkot. Lagi pula kalau naik KRL bisa milih jadwalnya, mau jam 6.15 atau 6.30, mau yang Ekonomi atau yang AC. Akhirnya aku memilih KRL saja, asli deg-degan, berasa kaya balita seneng mau naik odong-odong.

Berangkat sendirian ada enaknya, yaitu lebih cepat dan beres segala persiapan sebelum berangkat. Jam 6 pagi teng, aku sudah mejeng di pinggir jalan untuk menunggu angkot yang lewat, ditemani trio bocah dan dua mbaknya. Hiks, berasa beraaat meninggalkan mereka di pagi yang belum teraba sinar mentari dan masih dingin seperti itu. Prosesi da-da da-da dari dalam angkot sambil menatap wajah trioku terutama si bungsu Azzam bikin hati cenat-cenut. Terapal do'a-do'a dari dalam hati, semoga Allah senantiasa menjaga mereka, dan mbak-mbaknya telaten jagain mereka.

Dan....tenyata ke stasiun Pondok Ranji dari rumah cukup naik angkot sekali saja, bisa naik yang nomer 8 atau 10. Sesampainya di sana, waah ternyata banyak banget orang yang searah, berbondong-bondong masuk ke stasiun, mau ngegawe juga ke Jakarta. Berasa seru, menunggu KRL yang konon bakalan berebut naiknya. Ealah, malah bertemu dengan teman lama, tetangga di kampung halaman, yang juga kakak kelasku sedari SD, SMP, SMA, bahkan STAN. Lumayan, dapat teman ngobrol sembari menunggu KRL dan ada teman lari-lari berebut masuknya.

Mau KRL yang AC Rp. 6000,- maupun ekonomi Rp. 1.500,- sama-sama umpel-umpelan. Bener-bener ga peduli mau cowok apa cewek, mau tua atau muda, bapak-bapak kek, ibu-ibu kek, semuanya berebut naik, yang penting bisa terangkut sampe tujuan *lap keringet. Ternyata perjuangan bangeeeet!! Pantas saja sampai ada pelecehan di KRL, lha modelnya kaya gini. Gerbong khusus wanita juga cuma dikit, padahal yang namanya wanita kan jumlahnya dimana-mana lebih banyak daripada laki-laki kan.

Itu baru berangkatnya, jadi ingin tau gimana dengan KRL yang sore saat pulang kantor. Sebenarnya pilihan aman dan nyaman ya naik bus jemputan, duduk manis bisa bobok dari kantor sampai Bintaro. Tapi, ternyata sempat terlambat masuk kantor yang mengakibatkan aku harus mengganti setengah jam di sore harinya, alias pulang telat dan tidak bisa ikut bis jemputan. Jadi deh, naik ojek ke stasiun Palmerah lanjut KRL sekitar jam 17.45. Ya Allah...penuh sesak sodara-sodara, sama dahsyaaat dengan yang pagi. Huks, makin pengen segera sampai rumah bertemu anak-anak.

*kenang-kenangan, tiket KRL dua hari pertama .

Read More

Kamis, 12 Juli 2012

Pindah Rumah

Seperti yang kuceritakan sebelumnya, keluarga besarku datang jauh-jauh dari Malang naik bis sampai pantatnya tepos, badan kaku pegel, perut lapar, plus kehausan. Perjuangan bangeeett, karena perjalanan via bis resikonya ya macet, ditambah lagi jadwal istirahat untuk mampir makan yang molor. Biasanya jam 2 an siang sudah sampai Mampang, kemarin itu rombongan Mama, Ratih, Dimas, dan Yoga sampainya jam 7 malam, tentu saja dalam kondisi kelaparan dan kecapekan. Beberapa malam sebelumnya suami sudah bercapek ria pergi ke Bintaro dan menginap di sana sepulang kantor. Tetap saja, rumah kontrakan mungilku penuh sesakdan makin panas saja hawa terasa. Sudah tidak nyaman lagi dan ingin segera pindah ke rumah baru yang jelas lebih lapang, meski belum jadi.

Setiap malam suami selalu menelepon, menceritakan perkembangan terbaru kondisi rumah yang prosesnya ternyata masih jauh dari selesai. Ditambah lagi ada konflik antara suami dan calon tetangga yang (katanya) kontraktor, dialah yang membangun rumah kami dengan harga murah, karena tetangga begitu klaimnya. Entah bagaimana, pengerjaan fnishing malah kacau balau. Banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh para tukang. Dengar-dengar sih, si bapak itu ternyata kurang koordinasi terhadap anak buahnya, atau lebih tepat disebut kurang pengalaman? Entahlah.

Aku agak mendesak suami, agar sesegera mungkin bisa  pindah. Sudah kurang nyaman, oleh pemilih kontrakan ditanyai terus-menerus, "Kapan jadi pindah?", "Rumahnya sudah jadi kan?", "Kapan kosong rumahnya?". Meski sudah menambah masa kontrak selama sebulan, tapi batas akhirnya memang tanggal 30 Juni, sesuai perkataanku pada mereka, tanggal segitu kami sudah pindah. Akhirnya, Minggu malam tanggal 1 Juli, kami nekad bongkar muatan, pindah ke Bintaro. Hanya sempat pamitan ke beberapa tetangga saja, rasanya kurang sreg, pengennya sih pamitan ke banyak orang.

Alhamdulillah, barang-barang yang ada cukup diangkut sekali jalan oleh sebuah pick up saja. Lemari-lemari dibongkar jadi lembaran kayu, jadi irit tempat. Lagipula beberapa hari sebelumnya sudah dicicil angkut barang baik via taksi pas aku dolan kesana ataupun dengan bantuan mobil teman yang rumahnya di Bintaro. Bismillah malam itu kami pindahan, lega campur deg-degan.

Sesampainya di sana, tetap saja kaget. Lubang besar menganga di depan rumah! Olala, itu adalah galian septictank. Duh Ya Rabb, berarti kamar mandi belum beres. Orang tuaku terutama mulai kasak-kusuk. Bisa-bisanya membangun rumah tanpa mendahulukan penyelesaian kamar mandi. Meski 2 kamar di lantai satu sudah bisa ditempati, tapi tanpa kamar mandi?? Hiks akhinya MCK di rumah sebelah, yang kebetulan sudah jadi tapi belum ditempati. Rumah itu adalah milik teman suami, jadi oleh mereka kami dipersilahkan mempergunakan kamar mandi yang ada, bahkan diminta untuk menempati rumahnya sementara. Tapi tentu saja kutolak, biarlah rumah belum jadi, masih berantakan, asal bisa ditempati tidur.

Alhamdulillah, setelah seminggu tinggal di sana, seminggu MCK tidak nyaman terutama ketika anak-anak terbangun di malam hari dan minta diantar pipis atau pup, akhirnya kamar mandi sudah bisa digunakan. Meski belum ada pintunya, jadi hanya ditutup dengan kain gorden saja, untung kainnya tebal jadi tidak terlihat siluet bayangan. Bagaimana keadaan rumahku sekarang? Masih belum banyak perubahan, maklum duit sudah habis. Tidak sesuai perencanaan di atas kertas memang, yang dulu dihitung duitnya cukup, kenyataannya malah kurang banget. Sepertinya karena suami dan kontraktornya yang kurang perhitungan serius, karena harga tetangga tadi itu lho, mungkin jadinya kebablasan dari rencana awal. Wallahu'alam. Aku memang tidak banyak tahu proses pembangunan rumahnya, semua suami yang handle, jadi ya nerimo saja wis.

Hal terpenting, kami sudah punya rumah sendiri, meski hasil ngutang. Harus makin pinter atur duit biar irit nih. Teman-teman kantor yang minta makan-makan selametan, ma'af ya kapan-kapan ajaaa, secara rumah juga belum jadi dan duit habis pula hoho. Ini dia penampakan rumahnya.

Papa bergaya di depan rumah, beliau pulang ke Malang paling akhir, sendirian lagi. Saat suami dinas luar kota, beliau jadi mandor tukang dan bantu jagain cucu hehe.









Naaa...gundukan tanah itu sampe sekarang masih ada lho. Hasil galian septictank yang belum dibersihkan. Akhirnya suami memutuskan untuk menghentikan hubungan kerja dengan tetanggaku itu. Duh, jadi ga enak, moga hubungan tetanggaan tetap baik.
Sekarang hanya 2-3 tukang yang bekerja dibawah komando suami langsung, bahkan dia juga ikut terjun kerja. Berat katanya, capek semua badan.
Read More