Senin, 18 Mei 2009

Nasib Kontraktor.

Sudah menjadi resiko dan lumrah bagi para perantau terutama seperti saya yang kerja di DJP ini. Pindah dari satu kota ke kota lainnya, meninggalkan orang tua dan sanak saudara di kota asal. Dengan cita-cita dan impian indah bisa penempatan kembali ke tanah kelahiran, atau paling tidak dekat lah dengan orang tua, maka menjadi tidak terpikir bagi saya dan mungkin juga bagi perantau lainnya seperti saya untuk kemudian membeli tanah atau membangun rumah tinggal di daerah penempatan yang sekarang. Dan itu menjadikan saya sebagai kontraktor, hehe tukang kontrak rumah gitu. Sejak tahun 2004 saya mengikuti suami penempatan di Majene, sudah 5 kali saya dan keluarga pindah-pindah kontrakan, dan hari ini adalah kepindahan saya yang ke 6 kalinya. Semoga menjadi yang terakhir alias tahun depan semoga bisa ikut suami penempatan ulang, dan berharap, semoga penempatannya nanti di Jawa, biar bisa deket rumah, gampang menjenguk orang tua.

Capek sebetulnya, selalu pindah rumah. Pengennya ya kontrak di suatu tempat dan sampai masa expired penempatan baru pindah kota sekalian hehe. Tapi apa mau dikata, Allah menentukan kami sekeluarga harus menghadapi berbagai macam kejadian-kejadian yang meski ada pahitnya tapi tetap pasti berbuah manis. Seperti pernah kemalingan berkali-kali, rumah tidak dapat air dan jauh dari pusat kota, ada masalah dengan pemilik rumah (kejadian yang sekarang), dan lain-lain.
Seperti yang terjadi sekarang ini. Saya mengontrak rumah yang ternyata rumah itu juga dihuni oleh pemiliknya yang seorang janda dengan satu anak. Mereka tinggal di kamar paling belakang, dengan sekat dinding triplek saja yang memisahkan rumah kami dan rumahnya. Di sinilah kesabaran, tenggang rasa dan lain-lainnya itu diuji. Keinginan saya untuk selalu berbuat baik pada tetangga membuat saya cukup betah tinggal di sana, toh pasti ada saja kekurangan saya ataupun khadimat yang pasti pernah membuatnya terganggu, tersinggung atau apalah, jadi sama-sama gitu.

Oleh karena itu saya berniat untuk tetap lanjut mengontrak rumahnya selama setahun ke depan, sampai suami lulus D3 khusus dan penempatan. Tapi ternyata kenyataannya lain sekarang. Hari ini saya sudah angkut barang-barang, pindah kontrakan ke rumah dinas KPPN yang lumayan lama kosong. Alhamdulillah besar juga rumahnya, 3 kamar dan punya halaman luas di depan, samping, dan di belakangnya.

Semua berawal ketika adik laki-lakinya mau menikah tanggal 9 Mei lalu. Alhamdulillah, beberapa minggu sebelumnya dia juga telah menikah lagi dengan seorang duda, hal itu turut membahagiakan saya, berarti Arni, anak perempuannya yang baru 6 tahun, telah mendapatkan figur ayah kembali. Dia telah meminta ijin pada saya, sebagai penyewa rumahnya, untuk mengadakan acara pertemuan keluarga pihak laki-laki dan lalu dilanjutkan mengantar tanda jadi atau seserahan kepada pihak perempuan. Saat itu dia bilang kalo acaranya hanya sebentar saja, hanya di ruang tamu dan hanya dihadiri beberapa orang saja. Maka saya mengiyakan permintaannya. Ternyata, acaranya cukup ramai, namanya juga keluarga besar yang berkumpul, dari ruang tamu sampai ruang keluarga dipakai semua. Barang-barang saya, lemari dll dimasukkan di dalam kamar. Saya dan anak-anak tergusur di kamar, berisik, banyak orang asing lalu lalang. Terganggu?? Sedikit, karena saya sudah mengiyakan alias mengijinkan rumah sewa saya dipake untuk acara ini. 

Saya ingat betul, waktu itu dia bilang kalau untuk acara resepsi tidak akan diadakan di rumah kontrakan saya, karena adik laki-lakinya punya rumah di tempat lain. Kenyataannya??? Tanpa berbicara langsung pada saya, dan saya tahunya dari tantenya, ternyata acara resepsi diadakan di rumah kontrakan saya. Bayangkan saya, kurang lebih 5 hari, rumah ramai, full house, banyak keluarga super besarnya datang, keluar masuk kamar saya sembarangan, huuiiiiiiiih.....nggondok saya rasanya. Sebel, jengkel, marah, kecewa dibuatnya. Mau ikhlas....tapi gak bisa, gak rela aja pokoknya.
Akhirnya setelah minta masukan teman-teman kantor, teman-teman liqo, dan teman-teman di intranet, saya pun memutuskan tuk hengkang dari rumah tersebut. Meski sekarang si pemilik rumah selalu bermuka masam dan ketus pada saya dan kedua khadimat saya, karena saya berterus terang bahwa saya kemarin merasa tidak nyaman, seperti orang menumpang dan karenanya mau pindah kontrakan. Semoga dengan kejadian ini ada hikmah yang bisa saya dapatkan.

7 komentar:

  1. Jadinya sudah pindah ya mba?alhamdulillah.semoga rumah yg baru membawa ketenangan&ketenteraman serta barakah..

    BalasHapus
  2. @rina : sabar itu mmg tiada batas ya.
    @fajar : alhmd udah, mski rmhx dah lama kosong n org nakut2in gt d.

    BalasHapus
  3. wahh repot ya kalo sering2 pindah kontrakan, mindahin n nata barangnya itu yg bikin capek, belum lagi musti adaptasi dgn lingkungan baru. tp setidaknya jd nambah byk temen :D

    BalasHapus
  4. @ndah : ho-oh ribet, tapi aku excited banget hehe

    BalasHapus
  5. Aneh ya? Knapa jadi dia yg ketus en bermuka masam ya? Kan mba yang dirugikan ma sikapnya?...Salam kenal mba...

    BalasHapus
  6. Ikut mengaminkan doanya soal tempat tinggal yang menyenangkan, Mbak :).
    Kami sendiri sudah mencicipi 4 rumah selama 1,5 tahun di sini. Yah, memang ada aja sih masalahnya, tentunya memang lebih nyaman kalau bisa menetap ya Mbak. Angkut-angkutnya itu lho...

    BalasHapus