Senin, 22 Oktober 2012

[PRT] Manusia, Bukan Robot

Seringkali, kami melupakan satu hal. Bahwa kami memperkerjakan dan bekerja sama dengan manusia, bukan robot. Robot memang bisa disuruh semaunya, kapan saja, tidak capek, tidak protes. Robot juga bisa dimatikan, kalau kita sudah tidak butuh lagi, atau kembali dinyalakan ketika kita membutuhkan tenaganya. Kepada robot kita tidak usah capek-capek memikirkan emosi bin perasaan, bahkan logika. Bahkan, kepada robot kita hanya memberikan sedikit saja, ganti baterai atau diisi ulang tenaganya? Hem, plus servis perbaikan mungkin ya (kapan ya ada robot PRT?).

Seringkali, kami terlalu egois (mungkin). Banyak melupakan bahwa mereka juga sejenis dengan kami, manusia, bukan lelembut yang imut-imut :D. Merasa sudah memberi upah yang lumayan besar, merasa sudah urun toleransi juga pada mereka, merasa sudah menurunkan standart tinggi yang kami patok, kebanyakan merasa tapi lupa merasakan.

Dalam banyak hal, memang ada kasus PRT yang na'udzubillah ulahnya. Ada yang bawa masuk cowok ke kamar, ada yang sampai hamil di luar nikah, ada yang hobi mencuri, ada yang suka cubitin dan marahin anak, dll, dkk. Pokoknya bikin panas adem, bikin kepala pening, bikin galau para WM seperti aku ini. Sudah 7 tahun sejak anak pertama lahir sampai sekarang, keluargaku putus sambung hubungan dengan mbak-mbak yang silih berganti.

Dari sekian banyak, memang ada yang bikin cenat-cenut. Dapet yang suka mencuri pernah, dapet yang suka bohong, dapet yang suka pacaran sampai ber-hape-ria lupa waktu (ini sih biasa yaa), dapet yang berhenti tiba-tiba karena hamil di luar nikah (padahal mbaknya baiiiiiik deh (_ _")), sampe mbak yang biasa merokok. Alhamdulillah, beberapa kali mendapat yang baik dan sayang anak-anak. Ada yang sampe 2 tahun kerja, ada yang 1 tahun, dan berhentinya karena hal lain, bukan karena hubungan dalam negeri antara kami.

Nah, sejak pindah ke Jakarta pertengahan 2010 yang lalu, alhamdulillah bisa  dapat mbak A yang akhir tahun 2012 ini berarti sudah 2 tahun bekerja di rumah. Sejak ada Azzam, mbak A tugas utamanya jagain dia. Mbak yang satunya beres-beres rumah dan bantu-bantuin mbak A. Selama 2 tahun ini, partnernya mbak A yang gonta-ganti, mbak A sih alhamdulillah tetep. Sudah cocok dan mbak A sudah memahami tabiat kami sekeluarga.

Kalau flash back lagi, pengorbanan mbak A tuh banyak juga. Mbak A ini sudah berkeluarga dan punya anak cowok berusia 4 tahun, yang sehari-hari lebih banyak bersama dengan bapaknya daripada mbak A. Ya karena mbak A seharian di rumahku jaga anak-anakku. Beberapa kali kepentingannya tersisihkan kala harus bertugas di rumah, pun ketika anaknya sakit. Saat-saat seperti itu aku juga ikut merasakan tidak enaknya perasaan si mbak, tidak bisa berada di samping anaknya sehari penuh. Meski aku membolehkan dia tidak datang, tapi pada akhirnya dia selalu muncul di rumah. Mungkin dia kepikiran juga ya, siapa yang jaga krucil di rumah, padahal aku tetap harus ngantor.

Ketika kami pindah ke Bintaro, mbak A rela menginap dari Minggu malam sampai Kamis malam. Jum'at malam dia pulang ke Mampang, libur dua hari dan balik lagi ke Bintaro pada Minggu malam atau Senin subuh. Aku selalu berdo'a, agar keluarga mbak A sehat selalu, anak-anakku juga sehat, jadi dia maupun aku bisa bekerja dengan hati tenang. Tak terbayangkan kelunya hati, kalau anak si mbak sakit dan harus berpisah berhari-hari seperti itu. Alhamdulillah, keluarga kecil mbak A kini ikut pindah sekitaran Bintaro, tepatnya di Cipulir. Jadi, kini mbak A bisa PP dari rumahnya ke rumahku naik motor.

Mbak A ini tipikalnya berani protes hehe. Baguslah begitu, karena aku sadar seringkali berbuat salah terutama sebagai "bos"nya. Mungkin karena jarak usia kami yang tidak terpaut jauh dan juga kami lebih sering berkomunikasi layaknya teman, sehingga dia lebih bebas dalam menyuarakan kata hatinya. Meski kadang membuat sebal juga, karena kata-kata yang dipilihnya lewat sms terkesan kurang sopan (ga sampe kurang ajar lah). Tapi aku berusaha maklum, mungkin memang hanya itu pilihan kata yang bisa dia berikan ^_^ .

Seperti kejadian beberapa hari yang lalu, terkirim sms-sms bernada protesnya yang panjang kali lebar. Sempat membuat mataku mendelik dan hatiku dongkol -sigh- tapi aku langsung ngerem dan instropeksi diri. Ya, apa yang dia katakan ada benarnya. Ya, aku dan suami ada salahnya. Ya, baiklah kita cari win-win solution. Karena aku tau, kami masih sangat membutuhkan mbak A. Karena aku tau, tidak akan mudah mencari pengganti yang baik, sayang anak, dan bertanggung jawab seperti mbak A. Karena aku tau, lebih baik ngemong, sedikit mengalah, dan tidak membesarkan masalah, bila masalahnya bisa diselesaikan baik-baik. Seni berhubungan dengan manusia, memang selamanya tidak selalu mudah :).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar