Rabu, 31 Desember 2014

Hujan dan Kenangan

Ingat bintang film Korea yang main di film Full House itu? Imut, cakep hihihi. Bukan, ini bukan tentang si mas Rain itu kok. Maklumlah, sejak siang tadi hujan turun dengan intens, langit pasrah dipeluk mendung pekat. Aku hanya bisa menggigil meski tidak kehujanan. Yup, karena suhu AC di ruangan kantorku ini entah mengapa terasa dingin sekali. Jemariku terasa anyep alias dingin dan kulitnya terasa kering. Meski hari ini aku memakai gamis berbahan tebal, namun ternyata tidak cukup untuk bisa menghangatkan tubuh. Memakai jaket? Males ah, meskipun ada tuh nganggur, nyampir di kursiku. Males aja, lebih memilih kedinginan sambil nyeruput kopi instan hasil ngembat punya teman hehehe.

Oya, balik lagi mau ngomongin tentang hujan. Aku sukaaaa hujan. Apa karena aku ini orangnya melankolis romantis ya? Ada hubungannya gitu? Entahlah. Pokoknya suka hujan, titik. Meski ya ga berani main hujan-hujanan gitu. Sadar diri lah judulnya, meski aku yakin akan amat sangat menikmati mandi kembang eh mandi hujan, tapi kalau nanti akhirnya harus gebres-gebres, bersin pilek, pusing migrain, walah, matur nuwun, ga usah deh. Mendingan memakai jas hujan, yang penting tetap bisa menikmati tiap tetesnya dengan memainkan air hujan di jemari ketika motor yang dikendarai suami menembus kemacetan Jakarta menuju rumah.

Banyakkah orang yang menyukai dan ngefans pada hujan? Angkat tangan dong, komen dong, ceritain kenapa suka hujan :) Kalau aku, ketika kondisi hati lagi netral, tidak sedang mellow, galaw markalaw, aku akan memandang hujan dengan penuh tatapan mesra dan takjub. Ingin berputar-putar di bawah guyuran hujan sambil tersenyum lebaaarr dan merentangkan kedua tangan. Berasa sinetron banget yak? Atau teringat scene-nya India he acha acha nehi nehi? Hihi, tapi memang itu yang selalu terlintas dalam anganku. Meski pada kenyataanya hanya bisa menatapnya dengan tetap berlindung di bawah atap yang aman dan tidak membuat diri ini basah.

Nah, ketika kondisi hatiku sedang resah gelisah gundah gulana, maka aku akan makin terhanyut dalam nuansa abu-abu biru turunnya hujan. Hujan akan membuatku makin meringis menahan tangis ataupun malah melepaskan isakan, tergantung situasi kondisi saat itu. Kalau ada orang lain sih, ya mending ditahan, ga lucu kalau mewek begitu kan, dikira sedang shoot adegan sinetron :p Ajaibnya, meski membuat diriku makin terhanyut, hujan juga akan membuat hati makin lega, merasa lebih kuat, dan tangguh. Hujan, dalam kondisi apapun, lebih mudah mengingatkanku akan kebesaran dan keagungan Allah. Hujan itu berkah dan rahmat. Do'a-do'a insyaAllah akan dikabulkan di waktu hujan. Ketika hujan, bibir dan lidah ini lebih mudah menyebut namaNya, lebih lancar dzikir memujiNya.

Ada satu kenangan indah tentang hujan, kejadian di bulan Juni 2014 silam. Seperti biasa, aku dan suami setiap hari pulang pergi bekerja naik sepeda motor. Kami sudah sampai di jalan Veteran ketika tiba-tiba hujan turun. Wah, padahal jas hujan yang kami bawa hanya satu pasang saja. Beberapa waktu yang lalu, jas hujan satunya hilang diambil orang. Tau saja si pencuri kalau kami baru saja membeli jas hujan yang baru, merk oke lagi, Axio. Pantas saja hilang, lumayan buat yang ambil :D

Deg-degan berharap hujan hanya berupa rintik saja, ternyata malah turun begitu deras disertai angin kencang dan petir menggelegar berkali-kali. Ya Rabb, hanya bisa pasrah. Akhirnya jas hujan satu-satunya kupakai dan si mas basah kuyup menerjang hujan. Kasihan banget sama si mas, tapi ya gimana lagi. Secara fisik aku memang lebih lemah, bisa langsung sakit kalau hujan-hujanan, malam-malam pula.

Masuk jalan Kesehatan, tiba-tiba motor kami mogok. Innalillahi, bensinnya habis. Qodarullah, tadi dari kantor lupa isi bensin dulu dan habis kok ya pas di kondisi hujan angin begitu. Jadi kami pun akhirnya berjalan kaki menembus guyuran hujan dan banjir di atas mata kaki. Tidak ada penjual bensin eceran di sekitar sana, maka kami harus berjalan lumayan jauh untuk sampai di pom bensin. Si mas menuntun motor dan aku mengikutinya di belakang.

Tiba-tiba ada seorang pengendara motor menepi, berbicara dengan suami dan lalu mereka mencari tempat berteduh. Aku yang tertinggal di belakang segera menyusul sambil bertanya-tanya. Masya Allah, ternyata si bapak menawarkan bensin di tangki motornya untuk motor kami. Dalam kondisi hujan angin, banjir, dan kilat terus menyambar, begitu banyak pengendara lain berlalu begitu saja tetapi bapak ini mau berhenti dan membantu.

Kami berteduh di depan sebuah bengkel yang sudah tutup. Air makin meninggi dan hujan tak menandakan akan berkurang intensitasnya saat itu. Si bapak tersebut membuka selang bensin di motornya lalu menampung tetesan bensin ke dalam sebuah botol yang didapat suamiku dari meminjam kepada pemilik bengkel tempat kami berteduh. Ah, meski sedikit, bensinnya sangat berharga bagi kami. Kebaikan bapak itu begitu terasa hangat, menghapus kepenatan tubuh kami yang kedinginan. Allah Maha Baik, masih ada orang yang tulus ikhlas membantu sesama. Alhamdulillah. Semoga Allah merahmatimu Pak, juga melapangkan rejekimu. Aamiin.

Tulisan ini diikutsertakan dalam  A Story of Cantigi's First Giveaway.






2 komentar:

  1. Hujan memang membuat orang lebih melow ya Tik, cuma ya itu, pasangannya masuk angin kalo nekad mandi hujan.
    Hujan di kantorku pertanda ngangkut berkas, waspada banjir, hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. selain bikin melow, juga bikin pengen ngekep guling trus molor hihihi. Makasiii dah mampir :)

      Hapus