Minggu, 17 Oktober 2010

[Random Snippets-AIR] Air Yang Tersia-siakan

Kalau flash back ke jaman dahulu kala, yah gak dulu-dulu banget lah, mungkin 30 atau 50 tahun yang lalu dimana bumi kita masih cukup terjaga kelestarian alamnya, pasti masih banyak sungai yang mengalir jernih, belum banyak banget sampah seperti sekarang. Tidak cuma sungai, aku membayangkan pantai-pantai biru yang masih terjaga kecantikannya, juga mata air yang banyak jumlahnya. Orang dengan cukup mudah bisa mendapatkan air segar nan murni. Asli ini hanya pemikiranku yah, karena sebenarnya aku nggak punya data-data hasil riset dari si ini atau si anu. Hanya menyayangkan keadaan alam kita yang makin parah rusaknya ini, membuat hati sedih saja.

Teringat olehku ketika dulu sempat kuliah satu tahun di kota Angin Mamiri, Makassar yang terkenal dengan pantai Losarinya. Dulu sering aku dan teman-teman, termasuk pacar ( ehem
sekarang dah jadi mantan pacar alias suami :D) ngumpul-ngumpul di sana, sekedar refreshing sambil makan pisang Epe, jajanan khas kesukaanku. Sementara asyik menikmati sunset, hembusan angin laut dan ngemil, tiba-tiba aku terganggu dengan pemandangan di depan mata, tepatnya di bawah kakiku, di bibir pantai. Sampah menghiasi pinggiran pantai, menutupinya malah. Bermacam-macam jenisnya, dari ranting sampai plastik kemasan minuman berbagai merk.  Ah, sedih rasanya, mengapa masyarakat tidak bersama-sama menjaga kelestarian alam yang mereka huni.

Lihat saja sekarang, banyak terjadi bencana alam yang melibatkan air. Ya, air menjadi penyebabnya, mulai dari banjir, longsor, dan turunnya ketinggian tanah (terutama di Jakarta). Kalau saja alam kita ini dilestarikan, maka air hujan sederas apapun, selama apapun (dalam keadaan normal tentunya ya) tentu tidak akan tersia-siakan. Air hujan bisa terserap oleh tanah dengan baik, menyuplai air tanah yang kita pijak, menyuplai mata air-mata air, melewati sungai-sungai kembali ke laut, sesuai siklus air yang dulu dijelaskan oleh bapak dan ibu guru kita sewaktu SD dulu.

Tidak seperti sekarang, air hujan dengan intensitas sedikit besar saja sudah membuat banjir jalanan, bahkan masuk ke perumahan. Air menjadi musibah, air menjadi tersia-siakan, tidak bermanfaat malah mematikan. Baru-baru saja musibah air bah di Wasior, Papua terjadi. Lagi-lagi, air kembali tersia-siakan, tidak bisa terserap tanah dengan baik malah lewat begitu saja dengan mengakibatkan kerusakan dan kematian.

Alhamdulillah, saat ini keluargaku mengontrak rumah di mana air dengan mudah didapatkan. Kualitas airnya bagus, jernih, segar. Dengar-dengar kalau di daerah lain di Jakarta ada yang cukup susah mendapatkan air, kalau pun ada tapi kurang jernih ya? Sayang kran air di kamar mandiku sudah berhari-hari rusak. Sehingga kalaupun kran sudah dimatikan, air tetap saja merembes, mengalir, padahal bak mandiku ukurannya kecil sehingga cepat penuh. Duh, gelisah hati ini, mengingat jaman sekarang harus hemat air, demi menjaga persediaan air tanah, menjaga alam. Berulang kali aku mengingatkan suami agar segera mengganti kran rusak tersebut tapi belum juga dia lakukan. Benar-benar mubadzir ya, airnya tersia-siakan, terbuang begitu saja. Feel guilty kalau ingat di lain tempat banyak orang susah nyari air, ini malah buang-buang.

Akhirnya, setelah lumayan lama jadi mak-mak cerewet ngingetin suami melulu, alhamdulillah suami membeli kran baru di pasar dan segera memasangnya. Sip deh, air sudah berhenti mengalir kalau kran sudah dimatikan. Tidak ada lagi air yang terbuang percuma, tidak ada lagi air yang tersia-siakan di rumahku.



*tulisan ini ditulis demi meramaikan lomba ultahnya bu dokter cantik di sini :

http://revinaoctavianitadr.multiply.com/journal/item/348/Temenan_ama_air? 

7 komentar:

  1. mari sayangi bumi kita... ^^
    tulisannya bagus semoga menang yaaa

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah ya Mbak, dapat kontrakan yang airnya lancar. Itu juga yang kusyukuri sekarang setelah sempat tahun-tahun pertama di sini harus puas sama air seadanya.

    BalasHapus
  3. Moga-moga bumi masih indah kala anak2 gadis kita dewasa yah mbak...

    *idung kembang-kempis* ehem...dipuji bunda Aya...Amiin... Alhamdulillah kesampaian nulis nih mbak, lomba-lomba yang lain kelewatan mulu

    BalasHapus
  4. Moga2 bumi masih indah saat anak2 gadis kita dewasa yah mbak....

    duuh...dipuji bunda Aya *idung kembang kempis*

    BalasHapus
  5. Iya...bersyukur banget. Dulu sempat ngontrak rumah yang airnya ngalir seminggu 2x, harus hemat banget airnya.

    BalasHapus
  6. Kayaknya itu merupakan point penting yang harus diutamakan ketika nyari rumah ya, mb?

    BalasHapus
  7. betul, tapi kalo kepepet ya pasrah aja hihi, kaya rumahku yang dulu di Majene.

    BalasHapus