Minggu, 31 Oktober 2010

Perjalanan Panjang.

Alkisah tanggal 22 Oktober 2010 kemarin, saya, anak-anak, dan Sinta berangkat ke Malang naik KA Gajayana. Berangkat diiringi dengan derasnya hujan yang menyerbu Jakarta, dari sms adik diberitakan di televisi bahwa Jakarta terkena badai. Awan sore itu memang sangat gelap menghitam, membuat bulu kuduk meremang, hanya bisa bertasbih saja melihatnya.

Perjalanan ke Malang membutuhkan waktu sekitar 16 jam, lebih lama dari biasanya. Dulu suami pernah naik KA Gajayana sampai di Malang jam 8.30 pagi, kemarin itu kami tiba sekitar pukul 10.30, lumayan bedanya ya. Seperti biasa, Farah mabuk AC, seperti kalau naik taksi, jadi dia muntah sampai 3 kali, ganti baju juga 3 kali deh. Kalau Syifa sih sudah gak mabukan.

Cukup senang juga, ke Malang bisa ketemu keluarga besar, meski untukku hanya sehari saja karena tanggal 24 sore harus sudah terbang ke Makassar via Surabaya. Deg-degan karena harus meninggal Syifa dan Farah. Beberapa hari sebelum berangkat, saya sudah berkali-kali menyampaikan ke anak-anak bahwa umminya mau ke Majene dulu, menyelesaikan pekerjaan, ambil mainan dan boneka Syifa Farah. Mendengar penjelasan saya tersebut, mereka manggut-manggut dan akhirnya melepas kepergian saya tanpa tangisan tapi dengan lambaian tangan dan senyuman. Plooong rasanya.........

Kuatir?? Tentu saja, saya kuatir akan Farah, si bungsu yang masih 3 tahun itu. Apa dia paham bahwa umminya pergi untuk 6 hari yang cukup lama bukan hanya beberapa jam saja mungkin seperti yang ada dalam anggapannya? Kalau Syifa sih insyaAllah sudah mengerti dan saya cukup santai meninggalkan dia dengan neneknya. Benar saja, malam hari ketika sebelum tidur dan bangun tidur, atau ketika sementara bermain, Farah tiba-tiba selalu menanyakan saya, "Dimana Ummi?".

Kembali ke kisah perjalanan saya, berangkat menumpang pesawat Lion Air menuju Makassar, sampai di sana jam 8 malam. Bersegera meninggalkan bandara agar tidak tertinggal bus malam yang menuju Majene. Kalo telat bisa susah mencari angkutan ke sana. Alhamdulillah meski agak mepet waktunya, 10 menitan sesampainya saya di Maros, tempat berhenti bis untuk membeli oleh-oleh roti Maros, bis yang saya nantikan tiba juga. Duh, lega rasanya, tinggal duduk manis nunggu 7-8 jam untuk bisa sampai di Majene.

Tidak bisa tidur di bis ternyata, karena dapat tempat duduk di belakang pak supir yang membuat mata jadi silau terkena kilatan lampu mobil yang berpapasan dengan bis. Bagaimanapun, hati tidak tenang rasanya, teringat anak-anak dan merasakan rindu yang amat sangat, padahal baru ditinggal beberapa jam saja. Akhirnya hanya bisa merem melek, sebentar tidur sebentar bangun lagi, banyak berpikir dan merenung jadinya.

Alhamdulillah sampai juga di rumah Majene, fiiuuuh.....seperti kapal pecah........super berantakan dan kotor. Selama 2 minggu terakhir rumah dinas KPPN itu dihuni oleh seorang teman yang pegawai KPPN juga dengan seorang anaknya yang masih 2 tahun. Rumahnya besar, tidak heran kalo si mbak mungkin tidak sempat membersihkan seluruh rumah. Heem...banyaaak sekali kenangan di rumah itu. Rasa kangen pada anak-anak makin menjadi. Berkelebat bayangan anak-anak ribut lari-lari di dalam rumah atau sedang mandi bersama-sama. Kalau memandang halaman, jadi teringat anak-anak yang dulu suka bermain ayunan bikinan abinya. Hiks....jadi mellow bangeeeeeet.......

Bagaimanapun tujuanku ke Majene untuk segera menyelesaikan banyak urusan. Segera deh bersiap ngantor lagi, bertemu dengan tumpukan pekerjaanku yang selama berbulan-bulan sudah kutinggalkan. Bertemu kembali dengan teman-teman kantor yang kaget dengan kedatanganku, apalagi ketika mendengan kabar SK sudah keluar, banyak yang mengucapkan selamat. 5 Hari kerja di Majene, seolah jadi anak kos, makan pesan katering, siang tidak pulang tapi istirahat di kos teman, malam tidur sendirian hiks....untung cuma 4 malam.

Ternyata memang pekerjaanku tidak mungkin selesai dalam 5 hari, tapi karena suami hanya memberi waktu terbatas, akhirnya dengan sedikit bujuk rayu dan muka memelas, Kasubag Umumku mengijinkan untuk membawa sebagian pekerjaan ke Jakarta agar dapat segera kuselesaikan di sana. Lega sih, bisa secepat mungkin kembali bertemu anak-anak. Apalagi gantian mereka panas badannya, duuh jadi ngenes rasanya.

Sesuai saran suami akhirnya diputuskan untuk bertemu dengan anak-anak di bandara Juanda saja, agar kami bisa segera pulang ke Jakarta. Hari Jum'at malam tanggal 29 saya berangkat ke bandara Hasanuddin Makassar, paginya terbang ke Surabaya untuk bertemu anak-anak yang datang diantar mertua dan orang tua saya. Lalu kami terbang lagi menuju Jakarta untuk kembali berkumpul sebagai satu keluarga. InsyaAllah untuk beberapa tahun ke depan kami bisa bersama-sama terus, mungkin sampai ada mutasi suami lagi yang entah kapan akan terjadi. Sementara itu kami akan benar-benar menikmati kebersamaan ini, Amin.

2 komentar:

  1. Mbak eee..
    Mewek ki..huhuhu..
    Turut berbahagia ya mbak.. :)
    *peluks

    BalasHapus
  2. @wanna : hiks..hiks..srooot *ngelap umbel* ho-oh sini2 peluuuk.

    BalasHapus